Jakarta, CNN Indonesia -- Pembatasan Sosial Berskala Besar (
PSBB) di
DKI Jakarta telah berlangsung dua pekan sejak dilaksanakan pada 10 April lalu. Selama penerapannya, sektor
ritel harus menelan pil pahit.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengaku jumlah belanja turun 20 persen hingga 30 persen per konsumen selama pemberlakuan kebijakan itu. Sebab, mayoritas masyarakat memilih untuk belanja dari rumah secara daring (
online).
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan banyak masyarakat yang mengandalkan fasilitas delivery dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian, jumlah barang yang dibelanjakan hanya terpatok pada kebutuhan pokok saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kalau belanjanya secara online atau diantar ojek online itu hanya produk yang sesuai kebutuhan saja, jadi apa yang sudah direncanakan," ungkap Roy kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (23/4).
Padahal, jumlah belanja konsumen biasanya akan lebih banyak jika langsung datang ke toko ritel. Maklum, biasanya, konsumen akan tergoda untuk belanja barang yang sebelumnya tak direncanakan.
"Jadi kan supermarket atau minimarket suka ada program diskon, produk terbaru. Nah, kebutuhan-kebutuhan ini tidak dibeli lagi kalau belanja lewat online atau diantar ojek online," terang Roy.
Maka itu, jumlah belanja per konsumen pun sudah terasa melandai selama 14 hari terakhir. Namun, Roy tak merinci lebih lanjut total kerugian yang dialami industri ritel selama PDBB di DKI Jakarta berlangsung.
"Sementara, turun jumlah belanjanya per konsumen. Kalau total saya belum hitung," kata Roy.
Senada, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana menyatakan sektor usaha yang paling terdampak selama PSBB di ibu kota berlangsung adalah sektor ritel. Sebab, sebagian besar pusat perbelanjaan ditutup.
"Dampak jelas sudah terasa. Ini terutama sektor ritel ya karena pusat perbelanjaan tutup," ujar Danang.
Menurut dia, hampir seluruh sektor usaha sebenarnya merasakan dampak dari pemberlakuan PSBB di DKI Jakarta. Namun, Danang mengaku belum memiliki hitungan yang pasti mengenai kerugian yang dialami oleh pengusaha.
"Ini jelas memperberat dunia usaha," imbuh Danang.
Terlebih, PSBB di ibu diperpanjang hingga 22 Mei 2020 mendatang. Alhasil, jumlah kerugian yang diterima kalangan pengusaha lebih parah lagi.
Di saat yang sama, Danang merasa tak mendapatkan informasi mengenai evaluasi yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta secara komprehensif terkait pemberlakuan PSBB tahap awal. Menurutnya, tak ada parameter yang jelas mengenai faktor keberhasilan dan tidak dari pemberlakuan PSBB tersebut.
"PSBB memang untuk mengurangi mobilitas tapi tidak parameter yang jelas. Evaluasi belum dibuka secara transparan," ucapnya.
Seharusnya, menurut Danang, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta lebih transparan dalam melakukan evaluasi terhadap pemberlakuan PSBB tahap awal. Dengan demikian, pelaku usaha bisa melakukan persiapan lebih matang terkait operasional perusahaan.
"Ini penting agar dunia usaha bisa memproyeksi kapan bisa beroperasi dengan normal lagi. Kalau ini kan ada yang bisa beroperasi tapi setengah," jelasnya.
Tak EfektifKalangan pengusaha menilai implementasi PSBB tahap pertama di DKI Jakarta sebenarnya belum efektif. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang belum disiplin mematuhi aturan PSBB.
"Yang kami lihat belum efektif, jalanan saja masih ramai," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Raden Pardede/
Karenanya, ia meminta Pemprov DKI Jakarta melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PSBB selama dua minggu terakhir. Setelah itu, pemprov dapat menjadikan hasil evaluasi tersebut sebagai perbaikan pada PSBB lanjutan.
Menurutnya, evaluasi terbesar dalam implementasi PSBB dua minggu terakhir adalah rendahnya kedisiplinan oleh masyarakat. Dalam hal ini, ia menilai pemerintah provinsi harus lebih tegas dalam mendisiplinkan warga yang melanggar.
"Umumnya di negara berkembang memang harus sedikit dipaksa, jadi tidak bisa hanya diumumkan di balaikota saja," imbuhnya.
Ia berpendapat, pemprov hendaknya melakukan evaluasi terlebih dulu sebelum memperpanjang pelaksanaan PSBB. Sebab, perpanjangan periode PSBB tanpa evaluasi maupun peningkatan kedisiplinan masyarakat justru hanya akan merugikan semua pihak.
Seperti diketahui, Gubernur DKI Anies Baswedan memperpanjang PSBB selama satu bulan hingga 22 Mei 2020.
"Evaluasi efektifitas PSBB harus dilakukan, rasanya kalau diperpanjang tapi tidak dievaluasi efektivitasnya malah merugikan semua pihak," ujarnya.
Ia merasaa perpanjangan PSBB selama satu bulan sangat memberatkan dunia usaha. Terlebih, mereka harus memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada karyawan. Di sisi lain, bisnis mereka tak berjalan maksimal bahkan sebagian terpaksa berhenti dalam dua bulan terakhir.
Untuk itu, ia mengusulkan sebaiknya perpanjangan PSBB dilakukan selama dua minggu saja, asalkan dengan disiplin tinggi. Setelah dua minggu, pemprov kembali melakukan evaluasi apakah akan memperpanjang kembali atau tidak.
Sejalan dengan itu, ia meminta pemerintah provinsi maupun pusat dapat memastikan bantuan sembako kepada masyarakat ekonomi menengah ke bawah maupun pekerja harian sehingga mereka tidak keluar rumah untuk bekerja.
"Menurut kami ini perlu diperbaiki supaya efektif, jangan diperpanjang diperpanjang ujungnya dunia usaha mati," katanya.
[Gambas:Video CNN] (ulf/aud/sfr)