Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) mencatat aliran dana Bantuan Langsung Tunai (
BLT) dari
Dana Desa mencapai kurang lebih Rp70 miliar ke 8.157 desa yang tersebar di 76 kabupaten di seluruh Indonesia.
Pencairan baru mencapai 3,18 persen dari estimasi penggunaan Dana Desa untuk BLT mencapai Rp22 triliun untuk 74.953 desa pada tahun ini.
Kendati masih minim, namun Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar mengatakan pencairan ini relatif cepat karena perubahan fungsi Dana Desa untuk BLT belum lama diputuskan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, ia juga sudah mengimbau gubernur, wali kota, dan bupati agar memberikan kemudahan kepada desa dalam melaksanakan penyaluran BLT ini dan agar tidak ada upaya mempersulit.
"Data ini masih terus kami update sesuai pencairan dan kondisi masing-masing desa. Sampai saat ini, saya juga belum terima laporan yang menghambat," ujar Abdul, Senin (27/4).
Abdul menjelaskan pencairan dilakukan melalui mekanisme tunai dan nontunai. Dana tunai diberikan langsung dari pintu ke pintu (door-to-door) keluarga penerima manfaat dengan protokol kesehatan nasional, sementara nontunai melalui transfer ke rekening penerima.
Ia mengatakan pencairan tunai mau tidak mau tetap harus dilakukan karena tidak semua masyarakat desa memiliki rekening bank. Padahal, pemerintah ingin pencairan bisa segera diberikan agar dapat membantu masyarakat desa di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
"Maka tetap boleh diberi tunai, asal saat pencairan dan ambil uang di bank, perangkat desa benar-benar koordinasikan dengan aparat keamanan karena jelang lebaran ini ada saja hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.
Di sisi lain, perangkat desa tetap memberi informasi soal pembuatan rekening di bank-bank milik negara bagi penerima manfaat. Penerima tinggal menginformasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Kartu Tanda Penduduk (KTP), lalu rekening akan segera dibuat dan tanpa biaya.
Menurut Abdul, pemberian BLT dari Dana Desa tetap diberikan secara nominal atau bukan paket sembako demi pertimbangan kecepatan dan kemudahan. Namun, bila ada desa yang ingin mempermudah distribusi sembako ke penerima bantuan, aparat desa bisa meminta BUMDes untuk menyediakan.
"Kalau dalam bentuk barang, nanti ada urusan soal kualitas dan lainnya, jadi lebih baik langsung rekening saja. Kalau mau, di lapangan solusinya BUMDes sediakan, nanti mereka tinggal beli dari uang
cash itu ke BUMDes," terang dia.
Lebih lanjut, Abdul menjabarkan kriteria penerima bantuan, yaitu penduduk desa yang kehilangan mata pencaharian di tengah pandemi corona dan tidak terdaftar dalam program bantuan sosial (bansos) pemerintah. Misalnya, Program Keluarga Harapan (PKH), Paket Sembako, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), hingga Kartu Prakerja.
Untuk itu, pendataan penerima bantuan di desa dilakukan oleh perangkat desa sendiri, yaitu di tingkat RT dan RW. Sebab, mereka dinilai paling mengetahui kondisi ekonomi masing-masing penerima bantuan dan bisa melakukan sinkronisasi dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Kementerian Sosial.
Abdul menjamin pendataan oleh RT/RW tidak akan menimbulkan penyalahgunaan karena prosesnya turut dilengkapi dengan musyawarah antar perangkat desa lain hingga data benar-benar valid. Selain itu, ada pengawasan dari perangkat daerah yang lebih tinggi, termasuk Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
"Semuanya kami upayakan tidak tumpang tindih, makanya pendataannya oleh desa yang paling paham, kami tidak ikut campur. Tapi ada koordinasi, termasuk persetujuan bupati dan wali kota bila perlu tambahan anggaran dan datanya valid," jelasnya.
Bahkan, sambung dia, bila ada masyarakat yang memenuhi kriteria penerima bantuan, namun tidak memiliki NIK KTP, maka mereka bisa tetap mendapatkan BLT. Dengan, pencatatan alamat lengkap, sehingga penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan.
[Gambas:Video CNN]"Jadi ketika tidak ada NIK, maka tidak harus urus NIK dulu untuk dapat BLT Dana Desa, asal alamatnya dicatat lengkap," imbuhnya.
Secara rinci, Abdul menjabarkan penerima bantuan dari Dana Desa akan mendapat Rp600 ribu per bulan per keluarga selama tiga bulan. Sementara, alokasi dari masing-masing desa berbeda-beda bergantung pagu anggaran Dana Desa mereka.
Misalnya, desa dengan Dana Desa di bawah Rp800 juta per tahun hanya boleh maksimal menyalurkan sekitar 25 persen dari pagu untuk BLT. Sementara, yang memiliki Dana Desa Rp800 juta sampai Rp1,2 miliar maksimal hanya mengalokasikan 30 persen dananya untuk BLT.
Sedangkan desa yang Dana Desa-nya lebih dari Rp1,2 miliar memberi 35 persen alokasi untuk BLT. Bersamaan dengan formula ini, kementerian tidak menetapkan minimal pengalokasian Dana Desa untuk BLT.
"Karena saya temukan kasus di desa dengan perkebunan karet, itu mereka tidak terdampak covid-19, pendapatan tetap di atas rata-rata, penghasilan UMK. Ya kalau begitu tidak perlu dipaksa untuk beri BLT," tuturnya.
Ke depan, Abdul mengaku optimis bila BLT dari Dana Desa setidaknya bisa meringankan beban masyarakat desa di masa darurat pandemi corona yang berdurasi tiga bulan. Ia
mengaku percaya diri kalau masa darurat akan segera berakhir sesuai penetapan Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB).
"Harapannya Juni sudah selesai, saat ini kurva di DKI sudah melandai, jadi kalau physical distancing ini dipatuhi betul, PSBB diterapkan, larangan mudik dilakukan, itu hitung-hitung BIN akademisi, statisik, Juni sudah turun," pungkasnya.
(uli/bir)