Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri ESDM
Arifin Tasrif mengaku masih mencermati
harga minyak mentah dunia. Pernyataan tersebut disampaikan guna menanggapi usulan berbagai pihak mengenai penurunan harga Bahan Bakar Minyak (
BBM) lantaran harga minyak dunia anjlok akibat pandemi corona.
"Kami masih mencermati perkembangan dari harga terutama pada Mei dan Juni ini. Pemerintah terus memantau perkembangan minyak dunia yang belum stabil dan memiliki volatilitas tinggi," ujarnya, dalam rapat virtual bersama Komisi VII DPR, Senin (4/5).
Selain itu, ia mengaku pemerintah masih menunggu realisasi pemangkasan produksi minyak global. Seperti diketahui, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia memangkas produksi sebesar 9,7 juta barel per hari (bph) untuk Mei dan Juni.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, pemangkasan produksi minyak diturunkan menjadi 7,7 juta bph pada Juli-Desember, dan 5,8 juta bph pada Januari-April 2021.
Menurut Arifin, harga minyak global biasanya akan balik arah menguat (rebound) dalam kurun waktu tiga bulan setelah periode krisis.
Ia mencontohkan krisis 2008 silam, harga minyak anjlok sampai US$38 per barel, namun setelahnya mampu kembali stabil di US$70 per barel. Berkaca dari contoh tersebut, ia memprediksi harga minyak mentah mampu kembali menguat.
"Kami sendiri, ini adalah perkiraan harga akan
rebound pada kisaran US$40 per barel di akhir tahun," kata Arifin.
Pada perdagangan Jumat (30/4) lalu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni naik 4 sen atau 0,2 persen ke posisi US$26,44 per barel. Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni bertambah 94 sen atau 5 persen ke US$19,78 per barel.
Selain masih mencermati pergerakan harga minyak mentah, ia menuturkan harga BBM di Indonesia lebih murah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Sebagai contoh, BBM jenis Pertalite di Filipina setara Rp10 ribu per liter dan Laos Rp14 ribu per liter. Sedangkan di Indonesia, harga Pertalite dijual seharga Rp7.650 per liter.
"Selain itu, kami sebelum terjadi pandemi corona dan perang crude antar OPEC dan non OPEC pada 5 Januari, kami sudah turunkan harga. Kemudian, Februari untuk BBM Ron 92, RON 95, dan RON 98 dilakukan penurunan karena sudah ada indikasi penurunan gasoline terkait
crude," paparnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati juga menjelaskan alasan Pertamina tak kunjung menurunkan harga BBM, meski minyak dunia anjlok. Nicke bilang dalam formulasi penentuan harga BBM, Pertamina menggunakan patokan harga minyak global dalam dua bulan ke belakang.
Itu berarti, untuk menentukan harga BBM April menggunakan patokan Februari. "Kalau hitung hari ini, maka yang kami lihat adalah Februari sehingga harga masih tinggi," ujar Nicke.
Selain faktor tersebut, ia menjelaskan Pertamina juga mengalami tekanan dari pelemahan nilai tukar rupiah. Pasalnya, sebanyak 93 persen pengeluaran perseroan menggunakan kurs dolar AS.
Tak hanya itu, ia menuturkan permintaan turun tajam. Secara nasional, permintaan BBM turun hingga 25 persen. Bahkan di kota-kota besar, penurunan permintaan lebih dari 50 persen.
[Gambas:Video CNN] (ulf/bir)