Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Keuangan mengaku tengah mencari solusi untuk menyelesaikan
utang jatuh tempo PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada Juni mendatang. Utang tersebut berupa suku global senilai US$500 juta setara Rp7 triliun (mengacu kurs Rp14 ribu).
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Kementerian BUMN untuk mencari jalan keluar tersebut.
"Ini
lead-nya Kementerian BUMN, kami sedang pikirkan beberapa alternatif.
Insya Allah untuk sukuk itu kan memang bulan Juni (jatuh tempo) kami sedang cari solusi untuk bantu Garuda," ujarnya melalui video conference, Jumat (8/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, sukuk tersebut bernama Garuda Indonesia Global Sukuk Limited. Sukuk global itu diterbitkan pada 3 Juni 2015 lalu di Singapore Exchange. Garuda menawarkan suku bunga tetap sebesar 3 persen setiap tahun.
Namun demikian, ia belum mendetailkan solusi yang ditawarkan pemerintah bagi maskapai pelat merah itu.
"Ini memang in progress, proses ini kami bersama-sama dengan Kementerian BUMN sedang memikirkan jalan keluar untuk Garuda," imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perusahaan tengah mengkaji restrukturisasi utang jatuh tempo tersebut. Pasalnya, ia mengakui pandemi memukul arus kas maskapai penerbangan pelat merah itu.
Pada kuartal I 2020, kinerja perseroan terpukul karena penutupan penerbangan ke China dan Arab Saudi karena penghentian umroh. Bahkan, perseroan harus menerbangkan pesawat kosong ke Arab Saudi untuk menjemput jamaah umroh.
[Gambas:Video CNN]Ia memprediksi pengurangan penumpang makin drastis lantaran Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
"Kami ada sedikit masalah, mungkin publik juga tahu kalau kami ada jatuh tempo sekitar US$500 juta sehingga kami butuh bantuan keuangan relaksasi dari perbankan," ujarnya.
Selain itu, perseroan juga melakukan negosiasi untuk menunda pembayaran sewa pesawat akibat tekanan keuangan di tengah pandemi covid-19. Perseroan juga meminta diskon tarif sewa kepada pihak lessor (perusahaan sewa guna).
(ulf/agt)