Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar
rupiah berada di posisi Rp14.885 per
dolar AS pada perdagangan pasar spot Kamis (14/5) sore. Posisi ini melemah 20 poin atau 0,13 persen dari Rp14.865 per dolar AS pada Rabu (13/5).
Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.946 per dolar AS atau melemah dari Rp14.887 per dolar AS pada Rabu (1/5).
Rupiah melemah bersama mayoritas mata uang Asia lain. Peso Filipina melemah 0,38 persen, won Korea Selatan minus 0,34 persen, ringgit Malaysia minus 0,25 persen, rupee India minus 0,14 persen, dan dolar Singapura minus 0,11 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan dolar Hong Kong stagnan. Hanya yen Jepang yang mampu menaklukkan dolar AS 0,18 persen sore ini.
Begitu pula dengan mata uang utama negara maju. Mayoritas melemah dari dolar AS, hanya rubel Rusia yang menguat 0,08 persen dan dolar Kanada stagnan.
Dolar Australia melemah 0,32 persen, poundsterling Inggris minus 0,27 persen, euro Eropa minus 0,06 persen, yuan China minus 0,04 persen, dan baht Thailand minus 0,03 persen.
Analis sekaligus Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra mengatakan pelemahan mayoritas mata uang di dunia dari dolar AS dipengaruhi oleh sentimen kekhawatiran dari pelaku pasar keuangan yang kembali muncul. Kekhawatiran ini, katanya, merespons pandangan dari bank sentral AS, The Federal Reserve.
Gubernur The Fed Jerome Powell mengungkapkan perekonomian dunia kemungkinan masih akan memburuk dalam beberapa waktu ke depan karena pandemi virus corona atau Covid-19. Untuk itu, masih perlu banyak stimulus ekonomi.
"Pasar masih tertekan karena mengantisipasi pernyataan Gubernur The Fed. Maka dari itu, mayoritas nilai tukar (mata uang) negera emerging market melemah terhadap dolar AS sore ini," ungkapnya kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (14/5).
Tak hanya mata uang, Ariston mengatakan aset berisiko lain juga tertekan, seperti saham. Indeks Dow Jones melemah 2,71 persen, S&P turun 1,75 persen, dan Nasdaq Composite terkoreksi 1,55 persen.
Senada, Analis Asia Valbury Futures Lukman Leong mengatakan pelemahan mata uang terjadi karena pandangan The Fed. Namun, di sisi lain, hal ini memberikan stimulus bagi aset safe haven, seperti emas, maka tak heran harganya kembali naik.
"
Risk aversion kini memicu penguatan pada
safe haven," imbuhnya.
[Gambas:Video CNN] (uli/age)