ANALISIS

Hati-hati, Tapera Jangan Sampai Bikin Warga Antipati

Ulfa Arieza | CNN Indonesia
Rabu, 03 Jun 2020 07:25 WIB
Landing Page Lunch at Newsroom Tapera
Tanpa aturan yang jelas, masyarakat bisa antipati terhadap program Tapera. (CNN Indonesia/Laudy Gracivia).
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah lama tidak terdengar kabarnya, pemerintah kembali mematangkan rencana program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Hal ini ditandai dengan penandatanganan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

PP tersebut adalah penajaman dari aturan sebelumnya, yakni Undang-undang Nomor 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Salah satu poin penting yang diatur dalam PP yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu adalah poin iuran peserta Tapera.

Untuk peserta pekerja, pasal 15 PP Nomor 25 Tahun 2020 mengatur besaran iuran simpanan sebesar 3 persen dari gaji atau upah. Iuran berasal dari pemberi kerja dan pekerja sendiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Besaran simpanan peserta untuk peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen," bunyi aturan tersebut.

Sementara itu, besaran iuran simpanan peserta mandiri ditetapkan berdasarkan penghasilan rata-rata setiap bulan dalam satu tahun sebelumnya dengan batas tertentu. Seluruh simpanan peserta mandiri menjadi tanggung jawab pribadi.

Iuran Tapera menambah daftar iuran bersama yang ditanggung perusahaan dan pekerja. Sebelumnya, pemerintah juga menetapkan iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang kemudian bersulih nama menjadi BPJamsostek.

Pengamat properti sekaligus Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida meminta pemerintah memperjelas aturan iuran tersebut. Pasalnya, iuran ini nantinya akan berlangsung dalam jangka panjang. Jangan sampai, kata dia, iuran ini justru membuat masyarakat menjadi antipati lantaran tidak jelas juntrungnya.

"Misalnya, kalau karyawan di-PHK, putus iuran di tengah jalan, dananya bagaimana? Sekarang, kalau peserta sudah punya rumah tetap wajib dipotong atau bagaimana?" katanya kepada CNNIndonesia.com.

Selain itu, agar perusahaan maupun pekerja patuh iuran, Totok menilai perlu kemudahan dalam memanfaatkan pembiayaan Tapera. Ia mencontohkan sejumlah nasabah dari program pembiayaan rumah serupa yang digagas oleh BPJamsostek maupun PT Asabri menemui kendala ketika hendak mengklaim tabungan mereka.

"Manfaat kepada nasabah kurang terasa karena prosesnya sulit, jadinya malah seperti mau menagih utang padahal itu uang kita," tuturnya.

Tak kalah penting, kata dia, adalah transparansi pengelolaan dana Tapera. Karena sifatnya iuran dalam jangka panjang, tentunya dana Tapera berpotensi menjadi dana besar. Dalam hal ini, Badan Pengelola (BP) Tapera bertanggung jawab atas dana jumbo tersebut. Pemerintah sendiri telah menetapkan keanggotaan BP Tapera sejak 2019 lalu.

Totok berharap dana ini tidak menjadi 'bancakan' oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab lantaran akan mengendap dalam kurun waktu lama. Ia menekankan peserta tidak membutuhkan imbal hasil besar dari dana mereka seperti penempatan pada instrumen risiko tinggi yang menawarkan imbal hasil menggiurkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bagi peserta, utamanya adalah selama dana tersebut aman serta dapat dimanfaatkan saat dibutuhkan.

Pengendara motor melintas di area Perumahan Rakyat Syakira Residence, Panggungjati, Serang, Banten, Sabtu (27/1). Pemerintah melalui Kementerian PUPR tahun 2018 menyiapkan pagu anggaran Rp9,63 triliun untuk merealisasikan program pembangunan 1 juta rumah per tahun dengan sebaran 51,7 persen di wilayah Indonesia Barat dan sisanya di Indonesia Timur. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/pd/18Program Tapera bertujuan untuk membantu pekerja membeli rumah. (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman).
"Kondisi-kondisi itu yang membuat selama ini terjadi, dalam tanda kurung antipati dari masyarakat," ucapnya.

Terlepas dari semua itu, ia menilai Tapera memang dibutuhkan lantaran masih banyak kekurangan (backlog) perumahan. Data Kementerian PUPR mengungkapkan backlog perumahan per 2019 lalu mencapai 7,6 juta unit. Targetnya, angka tersebut bisa dipangkas menjadi 5 juta unit tahun ini, dan 2,6 juta di 2024. Salah satunya melalui Program Sejuta Rumah.

Dihubungi terpisah, Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus sepakat jika program Tapera menjadi solusi pengurangan backlog perumahan. Namun, terdapat sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan pemerintah dalam implementasinya nanti.

Pertama, kata dia, tingkat inflasi properti, lantaran sektor ini mencatat inflasi paling tinggi dibandingkan sektor lainnya. Ia mempertanyakan apakah Tapera bisa mengakomodasi tingkat inflasi properti karena tabungan ini sifatnya jangka panjang.

"Properti punya inflasi paling tinggi, jadi kalau menabung dari sekarang setelah sepuluh tahun harga rumahnya sudah berkali-kali lipat, itu yang perlu diperhatikan pemerintah," katanya.

Kedua, stabilitas harga kebutuhan pokok. Alasannya, mayoritas pekerja menggunakan 90 persen gaji mereka untuk memenuhi kebutuhan primer seperti konsumsi, pendidikan anak, dan sebagainya. Dengan demikian, jika gaji mereka kembali dipotong untuk iuran Tapera sementara harga kebutuhan pokok makin melambung maka kondisi ini tentunya akan menekan finansial masyarakat. Apalagi, jumlah iuran Tapera lumayan besar yakni 3 persen dari gaji.

"Sebetulnya, pegawai itu paling malas kalau gajinya dipotong. Jangan sampai gaji dipotong untuk iuran wajib tapi dampaknya tidak worth it pegawai. Kan lumayan 3 persen buat tambahan kebutuhan pokok, sehingga mereka berpikir lebih baik sewa," katanya.

Risiko Tumpang Tindih

Selain itu, ia meminta pemerintah melakukan koordinasi antara lembaga yang menyediakan pembiayaan perumahan serupa, sehingga tidak terjadi tumpang tindih program.

Misalnya, program manfaat layanan tambahan (MLT) dari BPJamsostek. Melalui program itu, anggota BPJamsostek bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan rumah dan uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Syaratnya pun cukup mudah, yakni peserta telah aktif minimal satu tahun di BPJamsostek. Manfaat program MLT BPJamsostek terdiri dari tiga program yaitu fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP), serta Pinjaman Renovasi Rumah (PRP)

Adapula, Pinjaman Uang Muka (PUM) KPR tanpa bunga bagi TNI, Polri, PNS Kementerian Pertahanan, dan PNS Polri oleh PT Asabri. Fasilitas itu bisa didapatkan melalui pemotongan Tabungan Hari Tua (THT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Nilai Tunai Iuran Pensiun (NTIP).

Koordinasi, kata dia, bisa dilakukan misalnya melalui pembagian lahan maupun penjatahan unit rumah dalam Program Sejuta Rumah. Selain risiko tumpang tindih, Heri juga menyarankan pemerintah untuk memperhitungkan potensi tunggakan dari perusahaan lantaran jumlah potongan iuran lumayan besar.

Terlebih saat ini banyak perusahaan mengalami tekanan finansial akibat Covid-19. Belum lagi, pemulihan ekonomi diprediksi membutuhkan waktu tidak singkat.

"Belum lagi potongan iuran lain, ini yang takutnya pengusaha tidak mau menambah beban biaya sehingga semua iuran dilimpahkan ke pekerja," tuturnya.

[Gambas:Video CNN]

(sfr/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER