Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri BUMN
Erick Thohir kembali merombak susunan direksi di perusahaan pelat merah. Kali ini, giliran
BUMN di bidang konstruksi atau karya yang jadi sasaran.
Mulai dari PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT PP (Persero) Tbk, PT Hutama Karya (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Direktur Utama Adhi Karya Budi Harto diganti Entus Asnawi Mukhson yang sebelumnya menjabat direktur keuangan Adhi Karya.
Kemudian, Direktur Utama PTPP Lukman Hidayat diganti oleh Novel Arsyad yang pernah menduduki kursi direktur sumber daya manusia dan pengembangan sistem Wijaya Karya. Lalu, direktur Utama Hutama Karya Bintang Perbowo diganti Budi Harto yang sebelumnya menjabat sebagai direktur utama Adhi Karya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, direktur utama Waskita Karya I Gusti Ngurah Putra diganti oleh Destiawan Soewardjono yang sebelumnya menjabat direktur Wijaya Karya. Teranyar, Erick mencopot direktur utama Wijaya Karya Tumiyana dan menempatkan Agung Budi Waskito yang duduk sebagai direktur operasional I Wijaya Karya sebelumnya.
Tak ketinggalan, mantan Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf itu juga memberi warna di jajaran kursi komisaris BUMN. Mulai dari menyertakan anak buah presiden di Istana, staf khusus menteri, politisi, hingga bekas relawan Jokowi di kursi komisaris.
Sebelumnya, Erick juga mengutak-atik sekitar 15 direksi BUMN. Mulai dari PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, hingga PT KAI (Persero).
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai perombakan direksi dan komisaris perusahaan negara di bidang karya terlihat jelas untuk alasan regenerasi. Beberapa bos sebelumnya dianggap sudah tidak cukup muda dan ingin memberikan jenjang karir bagi direksi yang sebelumnya menduduki kursi direktur.
"Misalnya, Bintang Perbowo kan sudah senior sekali, jadi maksudnya lebih ke revitalisasi, regenerasi, peremajaan saja, mendorong talent (bakat) muda yang sudah ada di dalam BUMN konstruksi untuk menjadi direktur utama," ucap Toto kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/6).
Menurut Toto, para BUMN karya membutuhkan nahkoda yang 'energik' agar bisa lebih fleksibel beradaptasi di tengah tingginya tantangan yang harus dihadapi para perusahaan negara saat ini, khususnya di bidang konstruksi.
Pasalnya, para perusahaan karya masih harus melanjutkan 'janji infrastruktur' Presiden Joko Widodo (Jokowi), sehingga butuh jajaran direksi yang bisa bekerja keras, namun memang ahli di bidangnya.
Karenanya, Toto mengaku tak heran bila utak-atik bos perusahaan karya cenderung lebih mengutamakan profesionalitas dari para pejabat karir yang sebelumnya sudah malang melintang di bidang konstruksi. Hal ini berbeda dengan perombakan direktur utama beberapa BUMN lain.
Misalnya, untuk kursi bos PLN, Erick memilih Zulkifli Zaini yang justru lama berkarir di bidang keuangan. Tujuannya khususnya memang ingin memperbaiki pengelolaan keuangan perusahaan setrum negara, meski tidak berasal dari bidang kelistrikan.
[Gambas:Video CNN]"Saya melihat masih cukup wajar karena berasal dari jenjang karir, dan rotasi ini pun memang perlu. Ini terlihat ingin meneruskan pembangunan infrastruktur, karena mereka akan menjadi perpanjangan tangan pemerintah," jelasnya.
Toto melihat para BUMN karya memang sudah saatnya perlu nahkoda yang lebih segar untuk membawa perusahaan agar dapat menghadapi tantangan besar. Secara umum, tantangan utama para perusahaan konstruksi pelat merah ada di pengelolaan keuangan.
Sebab, kondisi ekonomi tengah dilanda pandemi virus corona atau covid-19. Hal ini membuat beberapa proyek tertunda, padahal pembiayaan dan surat utang yang sudah terlanjur ditarik, baik langsung dan tidak langsung untuk membiayai proyek tetap harus dikembalikan pokok dan bunganya.
Bila tidak ada kecakapan, maka para perusahaan karya akan dihadapi oleh masalah keuangan berupa gagal bayar surat utang dan pembiayaan yang cukup besar. Dampak selanjutnya tentu akan membuat 'pusing' pemerintah.
"Banyak sekali obligasi (surat utang) yang akan jatuh tempo, jadi idealnya perlu mereka yang mahir, tidak hanya dari sisi pengelolaan, tapi juga negosiasi. Apa bisa juga mereka bicara pada kreditur agar bisa merelaksasi kewajiban utang mereka," tutur dia.
Di luar direksi, Toto mengamini bahwa mungkin ada kepentingan lain dari utak-atik komisaris BUMN karya. Hal ini terlihat dari beberapa nama yang justru berasal partai politik dan lainnya.
Menurutnya, memang dari sisi aturan tidak ada larangan khusus soal latar belakang mereka yang duduk di kursi komisaris. Asal, mereka yang duduk di kursi tersebut bisa benar-benar menjalani tugas komisaris, mulai dari mengawasi hingga memberi masukan yang baik kepada direksi.
"Tapi, memang ini akan menjadi diskusi publik misal ada tokoh yang kontroversial atau bahkan tidak kontroversial pun tapi tidak dari bidangnya, bukan pula dari korporasi dan bisnis, malah dari politik, itu akan jadi pertanyaan," ungkapnya.
Kendati begitu, Toto lebih melihat tidak perlu ambil pusing. Sekalipun sosok yang duduk bukan orang yang cakap di bidang konstruksi, maka tinggal lihat saja seperti apa kontribusinya nanti. Begitu pula dengan komitmennya.
Salah satunya, komitmen untuk melepas kepentingan mereka di bidang lain ketika sudah terlanjur ditunjuk jadi komisaris. "Ada di UU BUMN, itu kalau mau jadi komisaris, sebenarnya tidak boleh sambil jadi anggota partai politik, mereka harus non aktif dulu, ya tinggal dilihat saja nanti bagaimana. Jadi profesional saja nanti," imbuhnya.
Ke depan, Toto mengatakan penting bagi Erick untuk kembali melakukan perombakan direksi untuk memperkuat kinerja BUMN. Khususnya di bidang pangan, energi, dan kesehatan, sehingga memiliki ketahanan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
"Tinggal cek, apakah BUMN di bidang-bidang itu dan bidang strategis lainnya sudah cukup kinerjanya atau masih harus ditingkatkan agar lebih fit dari pengelolaan sekarang ini," katanya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpandangan utak-atik BUMN karya seharusnya tidak hanya memenuhi kriteria pengalaman di bidangnya saja. Tetapi juga, harus memperhatikan kriteria kepemimpinan (leadership), kemampuan melayani, dan transparansi bagi publik.
Hal ini seharusnya, kata Trubus, bisa dipenuhi dengan memberi nama calon yang masuk bursa pergantian direksi ke publik atau istilah check sound ke masyarakat. Hal ini pun sebenarnya pernah dilakukan Erick ketika ingin mendapuk mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke kursi bos perusahaan pelat merah.
"Kalau dari sisi kebijakan publik, transparansi itu perlu, jadi berikan check sound, lihatkan profilnya. Apalagi, ini ada pejabat karir yang mungkin belum dikenal, bahkan ada orang politik kok tiba-tiba jadi komisaris, ini jelaskan ke publik, perkenalkan, beri alasan, jangan sampai sarat politis," imbuh dia.
Menurut Trubus, hal ini penting agar masyarakat memiliki kepercayaan kepada pemerintah dan juga BUMN. Apalagi, BUMN merupakan perpanjangan tangan pemerintah yang kerap diberi penugasan untuk ikut 'mengurus rakyat'.
Lebih lanjut, bila hal ini tidak dilakukan, ia menambahkan anggapan bahwa kursi direksi dan komisaris sarat politis pun akan terus berlanjut. "Jangan sampai, anggaran BUMN menjadi mainan pemerintah untuk kepentingan politis itu terus berlanjut. Apalagi kalau ujung-ujungnya pada kena kasus korupsi," pungkasnya.
(bir)