Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap indeks manajer pembelian (Purchasing Manager Index/PMI) Indonesia untuk Mei 2020 sebesar 28,6 atau anjlok hampir 50 persen dari pencapaian Februari yaitu 51,9.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut angka tersebut mengalami perbaikan dari capaian terburuk pada April lalu di kisaran 27,5. Ia menduga kenaikan sebesar 1,1 tersebut disebabkan oleh kenaikan belanja Lebaran. Sementara PMI Maret berada di level 43,5.
"Februari 2020 merupakan titik puncak, PMI berada di titik 51,9 lalu terus turun sangat drastis dari Maret ke April turun ke 27,5. Pada Mei ada rebound (kenaikan) sedikit 28,6," ucapnya lewat video conference pada Kamis (18/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PMI atau level belanja bahan baku industri yang dihitung secara bulanan ini diakuinya menjadi cermin dari kondisi sektor perindustrian saat ini yang mengalami hantaman berat akibat pandemi virus corona. Sehingga, penurunan utilitas industri manufaktur pun tak dapat dihindari.
Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, PMI Indonesia jauh tertinggal. Sebagai contoh, Malaysia yang sanggup mencapai PMI pada Mei 2020 sebesar 45,6 dan Vietnam di level 42,7 persen untuk periode sama.
Untuk April, Indonesia juga masih tertinggal, rata-rata negara ASEAN memiliki PMI di kisaran 30-an. Thailand memimpin di level 36,8, Vietnam 32,7, Filipina 31,6, dan Malaysia 31,3.
Namun, Agus mengklaim bahwa Indonesia hanya butuh 3 bulan untuk memulihkan level PMI ke posisi sebelum adanya virus corona atau level puncak 51,9 pada Februari lalu jika vaksin virus corona telah ditemukan.
"Kalau dilihat negara lain di ASEAN poin lebih besar tapi nilai dari industri tersebut Indonesia jauh lebih besar, size (ukuran) jauh lebih besar," lanjutnya.
Sementara untuk neraca ekspor khusus industri pengolahan periode Januari-Juni, pun tertekan, penurunan tak signifikan yaitu turun 4,08 persen jika dibandingkan pada 2019. Untuk impor, penurunan untuk periode dan tahun sama yaitu sebesar 11,07 persen.
Agus mewanti-wanti akan kemungkinan penurunan lebih hebat untuk kuartal II 2020 akibat permintaan global yang terus menyusut.
"Kuartal kedua nanti akan ada penurunan yang lebih dramatis dari industri pengolahan karena penurunan permintaan global. Secara alamiah semua negara pelaku ekonomi tertekan, jadi permintaan global menurun," katanya.
(wel/age)