Fatah dan Nahas 15 Karyawan karena Himpitan Corona

CNN Indonesia
Minggu, 21 Jun 2020 10:46 WIB
Penukuran uang baru di Bank Indonesia cabang Thamrin, Jakarta, 10 Mei 2019. Bank Indonesia menyiapkan uang baru pecahan Rp2.000, Rp5.000, Rp10.000 dan Rp20.000 untuk menghadapi bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1440 H. CNN Indonesia/Hesti Rika
Pelaku UMKM mengalami tekanan hebat akibat virus corona. Di tengah tekanan, mereka banyak yang menanti uluran tangan pemerintah, termasuk mendapatkan keringanan pembayaran kredit. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia --

Fatah (27) nanar menatap gulungan terpal membisu rapi di rumahnya Malang, Jawa Timur. Beberapa bulan terpal itu menganggur.

Bisnis penyelenggara acara (event organizer) keluarga yang berdiri 15 tahun lalu itu mati suri sejak Maret lalu. Penyebabnya, pandemi virus corona.

Ia pusing tujuh keliling. Di satu sisi ia harus memikirkan isi periuk nasinya. Di sisi lain, ia harus memikirkan gaji dan THR 15 karyawan serta utang usaha Rp100 juta yang dihimpunnya dari bank.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak virus corona menyebar, praktis tidak ada pemasukan yang bisa ia dapatkan untuk memenuhi semua kebutuhan itu. Untuk periuk nasi, ia masih bisa mengakalinya dengan menguras isi tabungan dan meminjam ke sanak famili.

Pasalnya, walau virus corona melanda, ia dituntut harus menambal pengeluaran Rp10 juta per bulan yang biasanya bisa didapat usahanya.

"Mau tidak mau harus pakai uang tabungan, berat sekali karena sektor kami dilarang sama sekali sejak Maret," ucapnya kepada CNNIndonesia.com pada Rabu (17/6).

Tapi untuk dua kebutuhan lainnya, ia bingung. Akhirnya, langkah menyesakkan ia ambil.

Karena tak bisa membayar gaji, ia terpaksa memilih langkah menyesakkan; merumahkan 15 karyawan hingga waktu yang belum ditentukan. Pasalnya, ia tak kuat lagi membayar gaji karyawan. 

Tapi untuk pinjaman ke bank, ia masih kebingungan. Pucuk dicinta ulam pun tiba.

Di tengah tekanan kebingungan, Fatah mendapat kabar menyejukkan. Ia mendapatkan informasi soal pemberian keringanan pembayaran kredit bagi pelaku UMKM.

Tak ingin buang-buang waktu, ia langsung tancap gas dengan segera mendaftarkan diri untuk mendapatkan kelonggaran tersebut.

Seluruh persyaratan telah dipenuhinya; bisnisnya terdampak wabah virus corona, ia juga tak memiliki rekam jejak menunggak atau gagal bayar cicilan.

Sayang upayanya tak langsung membuahkan hasil. Meski sudah mendaftar April lalu, ia tetap belum mendapatkan keringanan.

Padahal tekanan yang dihadapinya sudah berat. Kabar gembira baru didapatnya Juni ini. Permohonan keringanan pembayaran kreditnya disetujui.

Ia diperbolehkan menangguhkan pokok dan beban bunga selama 6 bulan mulai Juni ini. Namun kabar baik itu disertai beban tambahan.

Ia mengaku dibebankan bunga tambahan dari bank selama periode penangguhan pembayaran cicilan kredit. Bunga tambahan itu ia harus bayar pada 6 bulan terakhir pembayaran cicilannya pada 2025.

Walau berat, ia menerima tawaran tersebut. Lumayan, keringanan itu ia bisa pakai untuk bernapas dan menata rencana saat New Normal nanti.

"Kredit saya baru ditangguhkan tapi prosesnya lama padahal sudah diajukan dari Maret. Usaha itu kan mati waktu corona muncul tapi relaksasi setelah 3 bulan baru dikasih, 3 bulan itu yang saat butuh-butuhnya," ucapnya.

Untuk sekarang ini, Fatah tak punya keinginan muluk-muluk setelah pembayaran kreditnya dilonggarkan. Ia hanya ingin usahanya jalan lagi.

Bantalan kas dari tabungan pribadinya yang kian menipis mengharuskan dirinya membuka kembali usahanya. Dia juga tak mempermasalahkan pelonggaran pembayaran kredit modal usaha UMKM.

Sebab, ia masih memiliki modal usaha dari perabotan yang sudah dimiliki.

"Bantuannya engga muluk-muluk. Peraturan saja yang bagus supaya klien ga terlalu takut. Buat aturan yang beri kepastian bisa ngerjain event saja. Peraturan bisa buka kembali saat new normal, aturnya jelas karena ini ngambang semua, takut bikin acara digerebek polisi," tuturnya.

Nasib lebih malang dialami Anton (35), pemilik kios elektronik di Magelang. Sejak usahanya terpukul virus corona, ia sudah berutang sana-sini untuk membiayai kehidupannya bersama istri dan kedua anaknya.

Maklum, usaha kios elektronik yang menjadi andalan penghasilannya selama ini mati total sejak Maret lalu. Ia tak mendapatkan pemasukan lagi.

Penyebaran virus corona belakangan ini secara otomatis membuat konsumsi barang-barang tak mendesak seperti yang dijual di kiosnya mati.

Pemasukannya selama 4 bulan terakhir hanya berasal dari usaha printilan, seperti penjualan cover hape, pulsa dan jajanan yang dipasarkan istrinya ke tetangga dan kerabat terdekat.

Tak seberapa memang. Karena, selain harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Anton punya cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diambilnya 8 tahun lalu.

[Gambas:Video CNN]

Upayanya mengajukan keringanan pembayaran KPR dan usahanya sampai saat ini belum berbuah. Tapi katanya, usaha printilan tersebut cukup untuk melewati hari.

"Untung juga ada keluarga yang masih bisa pinjamin duit, kalau engga bisa pinjam ke pinjol (pinjaman online). Stress banget," ucapnya.

Ia sekarang ini hanya berharap segera dapat mendapat kabar dari bank tempatnya berutang. Sebab, uang pinjaman dari keluarganya hanya akan mencukupi hingga 2 bulan ke depan.

Bantuan modal kerja dari pemerintah kepada pelaku UMKM seperti dirinya dinilainya sangat dibutuhkan untuk menyambung usaha yang sebulannya memberikan pendapatan bersih sebesar Rp4 juta hingga Rp5 juta itu.

Permasalahan penyaluran stimulus UMKM itu memang mendapat perhatian dari Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pemerintah sebenarnya sudah menggelontorkan anggaran Rp123,46 triliun.

Tapi, sampai dengan keluhan disampaikan oleh pelaku UMKM, stimulus baru tersalur 0,6 persen.

(wel/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER