Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluhkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah seringkali tak sinkron. Hal ini khususnya terkait dengan belanja dalam anggaran negara.
"Hasil evaluasi kami selama ini belanja pusat dan daerah sering tidak sinkron, koordinasi pusat dan daerahnya," ungkap Sri Mulyani, Selasa (23/6).
Ia mencontohkan koordinasi penggunaan dana alokasi khusus (DAK) fisik di daerah tak sinkron dengan pemerintah pusat. Padahal, pemerintah pusat dan daerah perlu koordinasi agar manfaatnya lebih besar untuk masyarakat di daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, program yang digunakan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran DAK fisik seringkali berbeda. Dengan demikian, pemerintah pusat perlu mengecek ulang berkali-kali agar implementasinya berjalan dengan tepat.
"Misalnya DAK fisik mengenai jalan antara prioritas jalan nasional, provinsi, kabupaten, atau kota kan perlu sinkronisasi yang tentu manfaatnya lebih baik daripada dialokasikan dan direncanakan secara tidak terkoordinasi," kata Sri Mulyani.
"Jadi kalau kami mau konsolidasi untuk program mulai dari pengentasan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, kami lakukan sinkronisasi lagi dari dokumen anggaran di Bappenas dan perencanaan di K/L masing-masing dengan program yang memang disiapkan," jelas Sri Mulyani.
Ia bilang menyamakan belanja yang ada di tiap K/L dan daerah juga menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, di daerah ada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui proses DPRD masing-masing," ungkapnya.
Selain itu, ada aliran dana yang dikirim dari pusat melalui berbagai skema. Misalnya, DAK fisik, DAK non fisik, dana alokasi umum (DAU), dana bagi hasil (DBH), dana desa, dan dana insentif daerah (DID). Sri Mulyani menyebut seluruh aliran dana ini perlu diselaraskan satu sama lain.
"Aliran-aliran ini kalau mau disinkronkan itu menjadi suatu tantangan yang luar biasa," pungkas Sri Mulyani.