Lion Air Group membantah pihaknya bekerja sama dengan pihak luar atau pihak ketiga dalam menetapkan tarif atau harga jual tiket pesawat, khususnya kelas ekonomi rute domestik.
"Dalam penentuan harga jual tiket pesawat udara kelas ekonomi dalam negeri, Lion Air Group tidak pernah bekerjasama dan menentukan dengan pihak lain (di luar perusahaan)," ucap Corporate Communications Strategic of Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro seperti dikutip dari rilis resmi pada Rabu, (24/6).
Danang menyatakan bahwa tarif batas yang ditentukan Lion Air, Wings Air, dan Batik Air sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, formulasi penghitungan yang digunakan sesuai dengan keterjangkauan kemampuan calon penumpang membayar berdasarkan kategori layanan maskapai.
"Lion Air Group telah menghitung dan memberlakukan harga jual tiket berdasarkan kategori layanan sebagaimana Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri," papar Danang.
Lebih rinci, Danang menjelaskan bahwa ada lima komponen yang digunakan pihaknya dalam memformulasikan harga jual tiket baik untuk rute sekali jalan (one way) mau pun penerbangan langsung (non-stop).
Pertama, yaitu tarif angkutan udara atau fluktuasi dalam koridor tarif batas atas dan bawah. Kedua, pajak yakni biaya pajak yang dikenakan sebesar 10 persen dari tarif yang ditentukan.
Ketiga, iuran wajib asuransi atau iuran wajib jasa raharja. Keempat, Passenger Service Charge (PSC) atau atau pajak bandara yang besarannya mengikuti bandar udara terkait.
Diketahui, PSC termasuk ke dalam komponen harga tiket sehingga tarif PSC akan mempengaruhi pada harga tiket. Kelima, biaya tambahan (subcharge) jika ada.
"Lion Air Group menerapkan harga jual tiket pesawat udara penumpang berada antara tarif batas atas dan tarif batas bawah (sesuai koridor ketentuan)," jelas Danang.
Pernyataan tersebut dikeluarkan Lion Air sejalan dengan keputusan KPPU yang menyatakan tujuh maskapai terbukti melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999. Pasal itu berbunyi: "(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama."
Dalam sidang terbuka yang dilaksanakan Selasa (23/6), majelis hakim KPPU membacakan Putusan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999.
"KPPU memutuskan bahwa seluruh terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas pasal 5 dalam jasa angkutan udara tersebut," tulis KPPU.
Perkara ini bermula dari penelitian inisiatif yang dilakukan KPPU atas layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi penerbangan dalam negeri di wilayah Indonesia. KPPU menilai bahwa struktur pasar dalam industri angkutan udara niaga berjadwal adalah oligopoli ketat (tight oligopoly).
Hal itu karena industri penerbangan terbagi dalam tiga grup, yakni grup Garuda, grup Sriwijaya, dan grup Lion yang menguasai lebih dari 95 persen pangsa pasar. Selain itu, juga terdapat hambatan masuk yang tinggi dari sisi modal dan regulasi yang mengakibatkan jumlah pelaku usaha sedikit di industri penerbangan.