PT Light Rail Transit (LRT) Jakarta ketar-ketir dengan rencana pemangkasan subsidi kewajiban pelayanan peblik (Public Service Obligation/PSO) oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Direktur Operasi dan Perawatan LRT Jakarta Indarto Wibisono mengatakan hingga saat ini kabar tersebut masih bergulir dan belum ada kepastian.
"Isunya betul itu. Isu yang sedang kita nikmati sejak satu bulan lalu, tapi kami subsidnya PSO-nya sampai detik ini belum turun dan kalau turun apakah benar-benar dipangkas? Mudah-mudahan hoaks," ujarnya di Depo LRT Jakarta Kelapa Gading, Senin (29/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggaran PSO LRT Jakarta sendiri masuk anggaran subsidi transportasi DKI Jakarta yang mencapai Rp6,94 triliun dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020.
Rinciannya, subsidi untuk mass rapid transit (MRT) Jakarta sebesar Rp938,59 miliar, light rail transit (LRT) Jakarta Rp665,07 miliar dan Transjakarta Rp 5,34 triliun
Namun dalam APBD DKI 2020, kata Indarto, alokasi PSO perusahannya tahun ini ditetapkan sekitar Rp415 miliar, dengan asumsi tingkat keterisian mencapai 7.000 penumpang per-hari.
Dengan pandemi covid-19 dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta jumlah rata-rata okupansi penumpang anjlok bahkan hingga 185 penumpang per hari pada bulan Mei lalu.
Sementara peningkatan kapasitas penumpang sendiri diproyeksikan baru akan pulih pada November dan Desember 2020 dengan rata-rata penumpang per bulannya masing-masing 8.697 orang per hari dan 11.306 orang per hari.
Meski demikian, jika pemangkasan subsidi tetap dilakukan Pemprov DKI, LRT Jakarta berkomitmen tetap menjual tiket dengan harga normal yakni Rp5 ribu per perjalanan. "Kalau pun dipangkas kami siap Tetap mengoperasikan itu karena sudah ada pengaturan yang dilakukan," ucap Indarto.
Salah satu strategi yang akan dilakukan adalah menggenjot pendapat non-farebox mulai dari sewa retail di sejumlah stasiun hingga jasa pemasangan iklan agar dapat berkontribusi lebih besar terhadap arus kas perusahaan.
Hingga saat ini, PT LRT Jakarta sendiri menargetkan pendapatan non-farebox mereka bisa mencapai di atas Rp5 miliar.
"Sedang kami genjot untuk segera diimplementasikan, tapi pertimbangan dari beberapa tenant kami kan juga mereka melihat jumlah penumpangnya. Tapi kami tidak setop (cari mitra) artinya kemarin kebetulan karena pandemi, ikut menahan (kesepakatan) calon mitra kami," tandas Indarto.