PT Bank Muamalat Indonesia Tbk masih menjaring investor baru untuk untuk mempercepat perbaikan kinerja keuangan perusahaan.
Direktur Utama Bank Muamalat Achmad Kusna Permana mengklaim ada beberapa investor baru yang siap menyuntikkan modalnya.
Namun ia belum bisa menyebut siapa calon investor yang telah berkomitmen besar menempatkan dananya di Bank Muamalat. Pasalnya, saat ini pihaknya masih menunggu restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait calon investor baru tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap yang akan masuk serius pasti kami akan sampaikan ke OJK. Di tahap awal pun kami sampaikan ke OJK kalau mah serius datang ke kami. Bahkan, sebelum ke due diligence kami sampai kan ke OJK," ujarnya di kantor Muamalat, Kamis (2/7).
Seperti diketahui, investor Muamalat yang sebelumnya telah mendapatkan restu dari OJK adalah konsorsium Al-Falah Investment Pte Ltd yang dibentuk Ilham Habibie.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) Bank Muamalat pada 17 Mei 2019 lalu, pemegang saham menyetujui masuknya Al-Falah dengan penambahan modal lewat skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue sebesar Rp2 triliun.
Sementara, saat ini, satu pihak yang dikabarkan siap menyuntikkan dananya adalah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Sebagai salah satu pemegang saham di Muamalat, BPKH memiliki kemampuan investasi langsung sebesar 20 persen dari total aset, atau dengan skema investasi lain sebesar 10 persen dari total aset.
Penyuntikan modal oleh BPKH sendiri dapat berupa tier 2 atau tier 1. Namun, penempatan dana tersebut sangat tergantung dengan perundingan kedua belah pihak serta memperhatikan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Kendati demikian, Achmad masih enggan untuk mengkonfirmasi kabar tersebut. "Kami koordinasi terus dengan OJK dan pemegang saham lain, di samping dulu yang udah daftar, juga ada yang lain tapi saya tidak bisa disclose (ungkap) di sini," imbuhnya.
Muamalat sendiri hingga saat ini masih fokus pada pembenahan kredit bermasalah nasabah yang meningkat akibat pandemi covid-19. Achmad menuturkan, bantuan pemerintah sangat penting untuk membantu perbankan untuk merestrukturisasi kredit nasabah hingga keluar dari kondisi krisis ini.
"Tentunya kami lebih konservatif, ya, karena pandemi ini mempengaruhi nasabah, apalagi yang bad debt, tapi adanya OJK sangat membantu sehingga kami melakukan restrukturisasi dan semoga dengan program PEN juga sangat membantu," pungkasnya.