Satgas Waspada Investasi menemukan 105 perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal pada Juni 2020 atau di tengah pandemi virus corona atau covid-19. Semua pinjol itu tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengatakan kehadiran pinjol ilegal cukup marak di tengah pandemi corona. Bahkan, mereka justru sengaja memanfaatkan tekanan keuangan yang menimpa masyarakat untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri dan merugikan masyarakat.
"Mereka memanfaatkan situasi covid-19 di mana banyak masyarakat yang membutuhkan dana segar untuk kebutuhan mendesak. Mereka seolah-olah membantu, tapi justru menjerumuskan dengan bunga pinjaman yang tinggi," ungkap Tongam dalam konferensi pers virtual, Jumat (3/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya 'memeras' dengan bunga pinjaman tinggi, pinjol ilegal juga memberikan pinjaman dengan jangka waktu yang sangat singkat dan meminta akses data kontak ponsel nasabah. Selanjutnya, intimidasi dan perlakuan tidak baik pun kerap diberikan ke masyarakat.
"Data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan. Intimidasi berupa teror saat tidak bisa membayar," imbuhnya.
Secara total, Tongam mencatat ada 694 perusahaan pinjol ilegal yang ditemukan dari periode Januari sampai Juni 2020. Jumlah tersebut sebenarnya masih lebih rendah dari separuh jumlah temuan pada tahun lalu mencapai 1.493 pinjol ilegal.
Sementara, sejak Satgas Waspada Investasi berdiri pada 2018 sampai Juni 2020, totalnya mencapai 2.591 pinjol ilegal. Tongam tidak bisa menjamin bahwa pinjol ilegal yang sudah pernah ditemukan benar-benar hilang di masyarakat.
"Karena kami blokir sore ini, besok dia ganti nama lagi untuk merugikan masyarakat. Tapi kami blokir bukan menunggu ada korban, begitu ditemukan langsung diblokir," tuturnya.
Untuk itu Tongam meminta masyarakat untuk berhati-hati dalam melakukan peminjaman dana di pinjol yang tidak jelas latar belakangnya. Bila kondisi mendesak, lebih baik pinjam di pinjol legal yang sudah terdaftar di OJK.
Sebab, pinjol ilegal tidak hanya memberi kerugian materi seperti bunga dan denda tinggi, namun juga kerugian nonmateri. "Ada juga kerugian perasaan, mereka alami tekanan dari penagihan yang berupa teror, intimidasi yang sering didengar," imbuh dia.
Di sisi lain, kehadiran pinjol ilegal juga merugikan keuangan negara dan perekonomian nasional. Sebab, operasional yang tidak terdaftar membuat perusahaan bebas dari pungutan pajak untuk penerimaan negara.
Sayangnya, belum ada data pasti terkait estimasi hilangnya potensi penerimaan pajak tersebut. Sebab, keberadaan badan hukum, alamat, hingga skala usaha mereka tidak bisa diidentifikasi oleh Satgas Waspada Investasi.
"Kami tidak bisa prediksi, tapi kami melihat potensi penerimaan negara tidak diperoleh karena penerimaan pajak dari 2.591 finetch lending ilegal ini," jelasnya.
Selain itu, pinjol ilegal juga memberi kerugian bagi perekonomian nasional karena menyusutkan potensi penyerapan tenaga kerja. Begitu juga dengan perputaran dana di dalam negeri.
"Kami juga kehilangan data berapa sebenarnya potensi pinjaman yang sudah disalurkan di Indonesia oleh fintech lending ini dan berapa nasabahnya. Padahal, jumlah mereka lebih besar yang terdaftar, maka kemungkinan penyaluran dana melalui fintech lending ilegal ini besar juga," tuturnya.
Tongam juga mengingatkan agar masyarakat tidak segan melapor ke SWI dan Kepolisian bila menemukan tindakan kurang menyenangkan dari pinjol ilegal dan mengetahui aktivitas usaha mereka. Masyarakat juga bisa melapor melalui saluran komunikasi seperti Kontak OJK 157 email [email protected] dan [email protected].