Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal menunda pencairan dana alokasi umum (DAU) sebesar 35 persen kepada enam daerah. Penundaan itu dilakukan sebagai bentuk sanksi tidak adanya laporan penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terkait pandemi Covid-19.
Ia mengungkapkan lima dari enam daerah yang mendapatkan sanksi itu belum menyelesaikan laporan penyesuaian APBD, sedangkan satu daerah belum melaporkan APBD nya ke pemerintah pusat.
"Enam daerah terdiri dari satu daerah belum lapor dan lima daerah laporannya belum sesuai masih dikenakan sanksi penundaan DAU sanksi sebesar 35 persen bukan 100 persen," ungkap Sri Mulyani, Selasa (7/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Sri Mulyani juga telah melakukan penundaan penyaluran DAU pada Mei 2020 untuk sejumlah daerah yang belum melaporkan penyesuaian APBD terkait pandemi. Penyebabnya sama, beberapa daerah itu belum melaporkan realokasi dan refocussing APBD sesuai dengan instruksi pemerintah pusat.
Karena itu, ia menyatakan tengah mempertimbangkan pencairan DAU tidak final (tidak tetap) kepada daerah. Tujuannya untuk melatih daerah agar lebih disiplin dalam mengelola anggaran di tengah pandemi.
"DAU tidak final ini saya akan pertimbangkan, tapi sebenarnya daerah harus dilatih. Jadi akan dilihat plus dan minus nya," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengaku akan mendiskusikan hal ini dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sri Mulyani akan berdiskusi terkait pencairan DAU tidak final kepada Jokowi pada Kamis (9/7) besok.
"Nanti Kamis saya sampaikan ke Presiden Jokowi apakah DAU final atau tidak final," imbuhnya.
Sejak pandemi virus corona merebak di dalam negeri, pemerintah pusat meminta daerah untuk melakukan realokasi dan refocusing anggaran. Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam melakukan realokasi anggaran.
Pertama, rasionalisasi belanja barang, jasa, dan belanja modal masing-masing minimal sebesar 50 persen. Kemudian rasionalisasi belanja pegawai dan belanja lainnya dengan memperhitungkan perkiraan penurunan pendapatan daerah.
Kedua, pemerintah daerah melakukan rasionalisasi belanja daerah dengan memerhatikan kemampuan keuangan daerah, seperti rasionalisasi belanja barang, jasa, dan belanja modal sekurang-kurangnya 35 persen, penurunan pendapatan asli daerah yang ekstrem, dan perkembangan pandemi corona di daerah masing-masing.
Ketiga, pemerintah daerah menggunakan hasil rasionalisasi belanja daerah tersebut untuk penanganan corona, penyiapan jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi daerah.
Kriteria tersebut sesuai dengan arahan pemerintah pusat dalam Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 119/2813/SJ dan Menteri Keuangan Nomor KMK 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyelesaian APBD Tahun 2020 dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional.
Selain itu, aturan laporan penyesuaian APBD juga tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020 dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional.
Sejauh ini, ada 541 daerah yang telah menyampaikan laporan penyesuaian APBD. Bila dirinci, laporan penyesuaian dari 536 daerah diklaim telah memenuhi ketentuan SKB Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.
"Ini dengan memperhatikan pemenuhan rasionalisasi belanja barang atau jasa dan belanja modal dengan relaksasi minimal 35 persen, penurunan pendapatan daerah, dan perkembangan pandemi di daerah yang perlu ditangani dengan anggaran yang memadai," tandas Sri Mulyani.
(hrf/sfr)