Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkap alasan Bank Indonesia (BI) harus berbagi beban (burden sharing) dengan pemerintah untuk menanggung biaya penanganan dampak pandemi virus corona atau covid-19. Begitu pula dengan dampak bagi keuangan pemerintah dan bank sentral nasional.
"Siapa yang harus bayar? Dalam pemahaman kami, yang bayar itu kita-kita ini semua, generasi mendatang pun ikut membayar, membayarnya lewat dua account, satu buku fiskal dan satu buku BI. Jadi dua ini yang membayar itu," ungkap Suahasil dalam diskusi virtual bertajuk Mencari Solusi Recovery Ekonomi Pasca Pandemi Covid-19, Rabu (8/7).
Menurut Suahasil, bila biaya penanganan dampak corona hanya ditanggung pemerintah, maka hasilnya akan membuat keuangan fiskal terbebani sendirian. Padahal, kinerja fiskal dan moneter perlu sama-sama baik untuk menjaga fundamental perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, perekonomian yang terjaga merupakan modal untuk mendapatkan peringkat ekonomi dan kelayakan kredit dari sejumlah lembaga pemeringkat (rating) internasional. Bila rating Indonesia baik, maka investor mau menanamkan modalnya ke Tanah Air yang selanjutnya memberi manfaat bagi masyarakat.
"Kalau satu saja (yang menanggung beban biaya corona), angkanya akan berat sebelah, padahal dua buku itu harus balance, sehingga pesawatnya tetap stabil. Lembaga rating melihat pada dua buku itu. Ini esensi dari burden sharing," jelasnya.
Kendati membantu pemerintah, Suahasil melihat hal ini tidak lantas mengubah status BI sebagai lembaga independen. Menurutnya, BI tetap bisa independen karena demi kepentingan negara dan beban yang ditanggung BI sebenarnya akan dikembalikan.
Lihat juga:KA Sembrani Kembali Beroperasi Mulai 10 Juli |
"Ini juga tidak akan mengganggu operasional BI untuk menjaga moneter dan stabilitas rupiah serta inflasi, tapi setidaknya tetap bantu pemerintah. Kami tetap harus bayar untuk penanganan covid itu," tuturnya.
Sementara untuk dampak, burden sharing akan membuat keuangan pemerintah tetap tertekan. Hal ini terlihat dari defisit anggaran yang tetap besar, jumlah utang yang harus diterbitkan, hingga beban bunga utang yang harus dibayar kemudian hari.
Namun setidaknya, beban itu tidak ditanggung sendiri. Sedangkan bagi BI, burden sharing akan membuat rasio modal per kewajiban moneter turun dari biasanya di kisaran 10 persen sampai 11 persen.
"Kalau itu turun memburuk tidak? Tidak. BI bisa tetap beroperasi dan kredibel selama SBN yang diterbitkan pemerintah dan dibeli BI adalah SBN yang dapat diperdagangkan atau tradeable," pungkasnya.
Seperti diketahui, pemerintah dan BI sudah menyepakati skema burden sharing untuk memenuhi kebutuhan biaya penanganan dampak corona di dalam negeri.
Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Kedua antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPR) Kementerian Keuangan dan Deputi Gubernur BI.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan skema burden sharing dalam SKB tersebut berlaku untuk pembiayaan APBN tahun 2020. Sedangkan untuk pembiayaan tahun-tahun berikutnya akan disusun sesuai dengan kebutuhan pembiayaan APBN tahun bersangkutan.