Perusahaan ritel asal Jepang, Muji mengajukan bangkrut di tengah pandemi virus corona. Perusahaan ini mengaku terkena dampak hebat dari wabah corona yang sudah menyebar sejak Desember 2019 itu.
Muji mengajukan kebangkrutan pada Kamis (9/7) di Delaware, Amerika Serikat (AS). Perusahaan yang menjual dekorasi minimalis rumah tangga, alat tulis, hingga pakaian ini berencana fokus pada penjualan daring (online).
"Muji telah merasakan efek dahsyat pandemi virus corona pada ritel yang berada di dalam gerai. Di AS, perusahaan akan fokus pada pasar regional dan e-commerce," ucap CEO Muji Satoshi Okazaki, seperti dikutip dari CNN Business, Senin (13/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan keputusan beralih ke online, Muji akan menutup sejumlah gerai. Sementara, Okazaki menegaskan perusahaan tak serta merta gulung tikar setelah mengajukan kebangkrutan.
Pengajuan kebangkrutan ini dilakukan guna menolong perusahaan mengurangi utang. Muji tercatat memiliki utang sebesar US$50 juta hingga US$100 juta.
Manajemen menyatakan proses pengajuan bangkrut ini akan menolong keuangan perusahaan. Muji berkomitmen untuk tetap melayani pelanggannya dan menyediakan produk berkualitas.
Muji bukanlah perusahaan pertama yang mengajukan bangkrut di AS. Sebelumnya, ada NPC International, pemegang waralaba 1.200 gerai Pizza Hut dan hampir 400 restoran cepat saji Wendy's di AS yang mengajukan pailit akibat pandemi virus corona.
Utang perusahaan tembus US$1 miliar. Beban biaya perusahaan juga melonjak untuk membayar tenaga kerja dan bahan makanan.
Walhasil, bisnis NPC International semakin terganggu. Manajemen Pizza Hut mendukung NPC dalam mengatasi lonjakan utang dan beban perusahaan.
Namun, manajemen juga akan berupaya mengoptimalkan portofolio restoran demi menjaga keberlangsungan usaha ke depannya.
"Kami akan mengevaluasi dan mengoptimalkan portofolio restoran kami, sehingga kami ada di posisi terbaik untuk memenuhi kebutuhan konsumen," kata CEO NPC divisi Pizza Hut Jon Weber.