Kepala Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global LPEM Universitas Indonesia (UI) Mohamad Dian Revindo menilai rendahnya inflasi Mei-Juni 2020 mencerminkan penurunan daya beli masyarakat.
Kondisi itu tak lepas dari lesunya kegiatan ekonomi di tengah pandemi covid-19.
"Data inflasi Juni 0,18 persen dan Mei 0,07 persen ini rendah sekali. Rendah ini bisa dilihat dua sisi, satu bahwa pemerintah mampu mengendalikan harga barang pokok tapi sisi lain juga daya beli sedang rendah," kata Dian dalam diskusi daring BNPB, Jumat (17/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Simalakama Pemangkasan Suku Bunga Acuan |
Ia mengatakan bahwa perlambatan transaksi ekonomi telah terasa sejak Maret lalu dan belum membaik hingga Juni. Lesunya tingkat konsumsi ini disebabkan oleh terbatasnya mobilitas masyarakat yang berujung pada PHK.
Sejak virus corona menyebar di Indonesia, jumlah PHK perlahan terus bertambah. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah PHK mencapai 1,7 juta orang sampai 8 Juli 2020.
Hilangnya pemasukan masyarakat otomatis menggerus daya beli dan memicu kontraksi pertumbuhan ekonomi. Jika berlangsung selama dua kuartal berturut-turut atau selama 6 bulan, maka dipastikan Indonesia akan masuk jurang resesi.
Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk cekatan menyuntikkan dana ke masyarakat agar terjadi perputaran uang. Ini bisa dilakukan dengan stimulus uang tunai atau pun menarik investasi yang berujung pada penyerapan tenaga kerja.
"Jadi harus ada dana baru masuk baik dari luar, perusahaan, atau RT yang masih punya uang agar segera dibelanjakan ke alat-alat produksi. Dengan cara itu baru perekonomian bisa pulih," pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi sebesar 0,18 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Juni 2020. Inflasi lebih tinggi dari 0,07 persen pada Mei 2020. Namun, lebih rendah dibanding 0,55 persen pada Juni tahun sebelumnya.
Sementara, inflasi secara tahun berjalan (year-to-date/ytd) sebesar 1,09 persen. Sedangkan secara tahunan (year-on-year/yoy) mencapai 1,96 persen pada bulan lalu.
"Kalau dibandingkan dengan inflasi bulanan tahun sebelumnya memang polanya agak berbeda. Di tahun sebelumnya, ramadan dan lebaran puncak inflasi, tapi tidak terjadi pada tahun ini karena ada pandemi covid-19," tutur Kepala BPS Suhariyanto beberapa waktu lalu.
Suhariyanto mengatakan inflasi tertinggi berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau 0,47 persen dengan andil 0,12 persen. Kemudian, inflasi karena harga ayam daging ras naik sebesar 0,04 persen.