Nilai tukar rupiah berada di level Rp14.785 per dolar AS pada Senin (20/7) sore. Posisi tersebut melemah 0,56 persen dibandingkan akhir pekan lalu.
Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.832 per dolar AS atau melemah dibandingkan posisi akhir pekan lalu yakni Rp14.780 per dolar AS.
Sore ini, mayoritas mata uang di kawasan Asia terpantau menguat terhadap dolar AS. Dolar Hong Kong menguat 0,1 persen, dolar Taiwan menguat 0,03 persen, peso Filipina menguat 0,13 persen, rupee India menguat 0,14 persen, yuan China menguat 0,03 persen dan ringgit Malaysia menguat 0,05 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelemahan terjadi pada mata uang yen Jepang sebesar 0,16 persen, kemudian dolar Singapura melemah 0,1 persen, won Korea Selatan menguat 0,15 persen, dan baht Thailand melemah 0,43 persen.
Sementara itu, mayoritas mata uang di negara maju terpantau melemah. Poundsterling Inggris tercatat melemah 0,47 persen, sementara franc Swiss melemah 0,10 persen dan dolar Australia melemah 0,01 persen. Hanya dolar Kanada yang terpantau menguat 0,07 persen terhadap dolar AS.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi Pergerakan rupiah dipengaruhi oleh keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang kembali melanjutkan masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sampai 30 JuLi 2020.
Di sisi lain, bertambahnya kasus positif corona di Indonesia menjadi beban tersendiri bagi pemerintah sehingga ada ketakutan perekonomian yang sedang tumbuh akan kembali stagnan. Apalagi Pertumbuhan ekonomi kuartal II diramal mengalami kontraksi.
Bahkan jika pandemi virus corona terus meningkat, sangat mungkin masa transisi PSBB akan diberlakukan kembali sehingga prospek perekonomian makin suram.
"Ini menambah kekhawatiran tersendiri bagi pasar sehingga ketakutan Indonesia akan terkena resesi seolah-olah didepan mata walaupun ini baru sebatas wacana," tutur Ibrahim dalam keterangan yang dikutip CNNIndonesia.com, Senin (20/7).
Sementara faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pergerakan rupiah antara lain pembicaraan pemimpin Uni Eropa untuk mengambil utang bersama untuk membantu perekonomian keluar dari ancaman resesi saat ini.
Disisi lain, pemerintah Amerika Serikat (AS) sedang mengupayakan stimulus tak terbatas yang saat ini sudah masuk di Kongres. Perdebatan di Kongres AS atas RUU coronavirus baru dimulai akhir pekan lalu ketika Partai Republik dan Demokrat mendorong agenda mereka sendiri.
Partai Republik menginginkan RUU coronavirus yang akan datang biayanya tidak lebih dari US$1 triliun sementara Demokrat terkemuka berjanji untuk memperjuangkan lebih banyak lagi - dalam kisaran tagihan US$3 triliun.
"Ekspektasi pengeluaran pemerintah yang lebih besar telah mengimbangi kekhawatiran tentang meningkatnya kasus virus corona di Amerika Serikat serta kekhawatiran akan memburuknya hubungan AS-China," pungkas Ibrahim.
(hrf/agt)