Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) tak sesuai keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Selain itu, jajaran menteri yang memfasilitasi pembahasan rancangan beleid tersebut juga dinilai gagal menerjemahkan arahan presiden. Pasalnya, isi RUU tersebut tak menjamin peningkatan kesejahteraan buruh seperti yang dijanjikan Jokowi.
"Saya mengutip apa yang disampaikan Pak Jokowi ketika menunda omnibus law. Pertama, dibuatlah RUU untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya, kedua presiden menyampaikan tetap memberikan perlindungan kesejahteraan bagi pekerja," kata Said dalam konferensi pers di kantor KSPI, Jakarta Timur, Senin (20/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga pesimistis para menteri yang menjadi fasilitator pembahasan omnibus law tersebut memihak kepentingan buruh. Sebab, dalam tiap pembahasan, rekomendasi dari serikat buruh tak pernah benar-benar dimasukkan dalam draft.
"Kami yakin dan percaya presiden Joko Widodo tidak punya pikiran seperti yang dilakukan Menteri Tenaga Kerja dan Menko Perekonomian yang membentuk tim (RUU Ciptaker)," ujarnya.
Memang, lanjut dia, ada sejumlah serikat yang menerima RUU tersebut untuk terus dibahas. Namun, ia meragukan bahwa mereka adalah representasi dari kalangan buruh. Pasalnya, dalam tiap pembahasannya hanya KSPI yang hadir dan mengritisi naskah RUU tersebut terutama pada kluster ketenagakerjaan.
"Kami boleh mengatakan mayoritas buruh menolak. ada sebagian yang menerima pun harus diperdebatkan, menerima ikut di dalam tim belum tentu menerima hasil. Tapi yang total menerima pun ada karena pertimbangan pertimbangan lain. Tapi mayoritas, 3 per 4 dari buruh di Indonesia, baik federasi maupun konfederasi menolak ,omnibus law", ucapnya.
Lantaran itu lah, tegas Said, sejumlah serikat buruh dan pekerja menyatakan keluar dan mengundurkan diri dari tim teknis pembahasan RUU Ciptaker yang dibentuk pemerintah.
Mereka juga mengancam akan mengelar aksi besar-besaran di Jakarta pada Agustus mendatang yang berlokasi di dua tempat, yakni Gedung DPR dan Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Meski ada kekhawatiran soal ancaman penularan virus covid-19 jika aksi digelar, KSPI menilai bahaya tersebut belum seberapa jika RUU Cipta Kerja disahkan. Namun jika presiden langsung turun tangan dan kembali menghentikan pembahasan rancangan beleid tersebut, KSPI memastikan aksi tak akan digelar.
"Karena itu, kami yakin Presiden masih membuka hati dan pikirannya. Kalau perlu enggak usah dibahas. Kami minta setop karena itu enggak dibutuhkan," jelasnya.