Nilai tukar rupiah menguat ke posisi Rp14.741 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Selasa (21/7) sore. Posisi tersebut menguat 0,30 persen dibandingkan perdagangan Senin (20/7) sore di level Rp14.785 per dolar AS.
Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.813 per dolar AS atau menguat tipis dibandingkan posisi kemarin yakni Rp14.832 per dolar AS.
Di kawasan Asia, rupiah menguat bersama baht Thailand 0,33 persen, dolar Hong Kong menguat 0,01 persen, dolar Taiwan menguat 0,05 persen, won Korea Selatan menguat 0,46 persen dan rupee India menguat 0,23 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Gaji ke-13 PNS Tak Termasuk Tukin Tahun Ini |
Sedangkan mata uang yang terpantau mengalami pelemahan antara lain Jepang melemah 0,01 persen, dolar Singapura melemah 0,11 persen, peso Filipina melemah 0,01 persen, yuan China melemah 0,14 persen dan ringgit Malaysia melemah 0,01 persen .
Lebih lanjut, mayoritas mata uang di negara maju terpantau bergerak melemah terhadap dolar AS. Poundsterling Inggris melemah 0,19 persen, dolar Australia melemah 0,54 persen dan franc Swiss melemah 0,04 persen. Hanya dolar Kanada yang terpantau masih menguat sebesar 0,21 persen.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah ditutup menguat 44 poin di level Rp14.741 dari penutupan sebelumnya di level Rp14.785 pada perdagangan sore ini. Sementara pada perdagangan besok kemungkinan rupiah akan ditutup menguat tipis di level Rp14.700-Rp14.800.
Menurut Ibrahim, respon positif pasar terhadap persetujuan negara-negara Uni Eropa atas paket penyelamatan untuk ekonomi yang terkena virus corona turut memberikan dorongan terhadap penguatan rupiah di hari ini.
Kesepakatan yang dimenangkan dengan susah payah-kompromi mengenai kekhawatiran yang dimiliki negara-negara utara tentang pemberian bantuan untuk tetangga yang lebih boros, dipuji sebagai sinyal penting persatuan oleh para pemimpin Eropa dan sebagai landasan untuk pemulihan.
Sementara dari sisi internal, pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi akan membaik pasca data manufaktur Indonesia di Juni lebih baik dibandingkan ekspektasi para analis.
Lihat juga:Besaran Gaji ke-13 PNS dari Sri Mulyani |
"Ini cukup menggembirakan untuk pasar apalagi di saat kondisi ekonomi global yang terus mengalami kontraksi sehingga ini salah satu harapan ekonomi akan segera pulih, apalagi pemerintah sudah bekerja sama dengan China untuk mengembangkan obat penawar pandemi virus corona di Bandung," tutur Ibrahim dikutip dari keterangan tertulisnya.
Sebagai informasi, angka Purchasing Manufacturing Index (PMI) Indonesia pada akhir semester I 2020 berada di 39,1. PMI sendiri menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Jika di bawah 50, berarti industriawan belum melakukan ekspansi.
"Angka PMI manufaktur Indonesia pada Juni pun memunculkan sebuah harapan. Meskipun belum bisa dibilang berekspansi, namun angka ini sudah jauh lebih baik dan bisa menjadi titik kebangkitan perekonomian nasional," tandas Ibrahim.