Serikat pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) melayangkan gugatan terhadap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Direksi PT Pertamina (Persero) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kepala Bidang Media FSPPB Marcellus Hakeng Jayawibawa menyebut gugatan dilayangkan lantaran Erick menerbitkan keputusan tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Direksi Pertamina pada Juni lalu.
Keputusan tersebut kemudian diikuti oleh Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina tentang Struktur Organisasi Dasar Pertamina (Persero) yang ditandai dengan pembentukan lima Subholding Pertamina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Vaksin Corona dari China Tidak Dipatenkan |
Menurut Marcellus, FSPPB tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Padahal, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan perubahan bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas wajib memperhatikan kepentingan karyawan, yang diwakili Serikat Pekerja, sebagaimana diatur hukum dan perundangan-undangan.
"FSPPB menilai Menteri BUMN dan Direksi Pertamina telah mengeluarkan keputusan sepihak yang bukan saja merugikan pekerja, tetapi juga melakukan peralihan aset dan keuangan negara yang dikelola Pertamina," ucapnya seperti dikutip dari rilis resmi, Selasa (22/7).
Gugatan tersebut telah diajukan pendaftaran online (e-court) dengan Nomor Perkara: 386/Pdt.G/2020/PNJkt.Pst pada Senin (20/7) lalu. FSPPB sendiri menaungi 19 Serikat Pekerja di lingkungan Pertamina.
Mereka telah menunjuk Firma Hukum Sihaloho & Co sebagai kuasa hukum untuk menangani gugatan itu.
Pengurus Bidang Hubungan Industrial dan Hukum FSPPB Dedi Ismanto mengatakan pembentukan subholding tersebut merugikan pekerja. Pasalnya dengan kebijakan itu, jabatan, hak, kewajiban dan status kepegawaian pekerja jadi berubah.
Selain itu, keputusan itu juga telah mengakibatkan peralihan keuangan dan aset-aset negara yang sebelumnya dikuasai Pertamina berubah kedudukannya. Usai kebijakan diberlakukan aset dan keuangan menjadi dikuasai anak-anak perusahaan Pertamina (Subholding).
"Dan yang sangat mengkhawatirkan adalah anak-anak perusahaan Pertamina itu akan diprivatisasi atau denasionalisasi dalam waktu dekat ini," kata Dedi.
Dedi khawatir aset dan kekayaan negara mulai dari hulu, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga pasar keuangan akan dibagi dengan swasta, termasuk investor asing, dalam seluruh rantai usaha Pertamina.
Sementara Kuasa Hukum FSPPB Janses Sihaloho menjelaskan privatisasi Subholding Pertamina jelas sangat berdampak bagi masyarakat luas. Dengan kebijakan itu nantinya penentuan harga BBM dan LPG, tidak lagi akan mempertimbangkan daya beli masyarakat luas.
"Karena status kepemilikannya sudah berubah, kebijakan tidak lagi murni ditentukan negara. Pasti akan dipengaruhi kepentingan pemegang saham lainnya, termasuk investor asing," kata Janses.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati. Namun, hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum memberi pernyataan.