Klien perencana keuangan PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska) mengungkap kerugian fantastis yang disebabkan oleh investasi di keranjang saham tertentu. Alasannya, penempatan dana tak sedikit dengan harga yang diklaim lebih mahal.
Pialang asuransi berbasis digital Lifepal menyebut ada beberapa faktor fundamental yang mengakibatkan kegagalan investasi berjamaah. Untuk menghindari melakukan kesalahan yang sama, berikut ada kiat-kiat investasi tepat untuk portofolio yang sehat.
Belajar dari kasus Jouska, Lifepal mengatakan tidak seharusnya sebuah lembaga perencana keuangan mengelola dana klien. Sebagai perencana keuangan, cakupan layanan yang diberikan adalah mengembangkan rencana keuangan dan dilakukan lewat rekomendasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Jouska Resmi Setop Operasi Jumat 24 Juli |
Rekomendasi yang diberikan dapat berupa laporan keuangan, simulasi tujuan keuangan, saran menabung, saran membeli asuransi, maupun saran berinvestasi. Namun, bukan dengan membelanjakan uang klien ke saham-saham tertentu.
Pasalnya, hanya pihak yang mengantongi izin sebagai manajer investasi (MI) yang dapat mengelola dana nasabah. "Tujuan dan kondisi keuangan dapat berubah sewaktu-waktu, oleh karena itu penting untuk memiliki kontrol atas keputusan finansial," kata Lifepal seperti dikutip dari risetnya, Senin (27/7).
Bercermin dari salah satu klien Jouska, Yakobus Alvin yang 73,3 persen dari keseluruhan modalnya dibelikan saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK), dapat disimpulkan kesalahan lainnya yang dilakukan, yaitu tidak mendiversifikasi portofolio saham.
Padahal, untuk mengurangi risiko kerugian, investor disarankan untuk tak menceburkan uangnya di satu keranjang saham. Secara umum, investor disarankan untuk menyebar investasi ke 5-15 saham.
Selain itu, Lifepal menilai pembelian saham di harga terlalu tinggi menjadi resep buntung yang dialami klien Jouska.
Untuk mengetahui harga wajar sebuah saham, investor harus membandingkan sejumlah rasio yang dapat dijadikan patokan seperti rasio harga pendapatan (PER/price earning ratio) dan rasio harga terhadap nilai buku (price book value ratio).
Dengan membandingkan sejumlah rasio, investor dapat mengetahui berapa harga beli suatu saham. Sehingga, dapat terhindar dari jebakan membeli saham-saham gorengan.
Selanjutnya, Lifepal juga menyarankan investor untuk mempertimbangkan tingkat kapasitas dan toleransi risiko yang dimiliki. "Karena bisa saja dana investasi itu dibutuhkan untuk tujuan finansial tertentu," lanjut Lifepal.
Tujuan finansial dapat digolongkan dalam tiga jenis berdasarkan jangka waktunya, yaitu jangka pendek dengan periode 1-2 tahun, investasi menengah dengan jangka 2-5 tahun, dan investasi panjang yang tujuannya dapat dicapai dalam lebih dari 5 tahun.
Dengan mengetahui tujuan finansial, modal dapat ditempatkan di instrumen yang tepat, misalnya untuk jangka pendek dapat ditempatkan di instrumen berisiko rendah, seperti deposito atau obligasi negara. Sementara, untuk jangka panjang dapat dibelikan saham.
Terkait batas toleransi risiko, diperlukan untuk pilihan cut loss (menghentikan kerugian pada batas tertentu). Misalnya, jika seorang investor memiliki toleransi risiko sebesar 20 persen, maka jika saham turun sebesar 20 persen, maka investasi dapat dijual untuk membatasi kerugian.
Lebih lanjut, likuiditas dan volume transaksi pun harus menjadi pertimbangan investor ketika berinvestasi.
Perhatikan seberapa besar volume transaksi jual-beli sebuah perusahaan. Volume transaksi kecil bisa diartikan sebagai fluktuasi. Artinya, semakin kecil transaksinya, semakin rendah pula stabilitas perusahaan terkait.
Mengambil contoh saham LUCK, pada 9 Agustus 2019, volume transaksi tercatat hanya sebesar Rp21,81 juta. Alhasil, harga saham pun anjlok 21,9 persen dari Rp1.895 per saham menjadi Rp1.480 per saham.
Kondisi tersebut berlangsung dari 30 Oktober 2019 hingga 15 November 2019 dan menyebabkan harga LUCK turun 65,47 persen dari Rp1.425 menjadi Rp492.
"Keputusan investasi yang salah sejak awal dapat menciptakan kondisi terpojok untuk investor. Oleh karena itu, investor harus mengenal dengan baik model bisnis, prospek pertumbuhan, kesehatan keuangan, dan harga yang tepat dari saham yang ingin dibeli," tulis Lifepal.