Eks menteri keuangan era SBY Chatib Basri mendorong pemerintah memperluas program bantuan langsung tunai (BLT) ke masyarakat rentan miskin serta meningkatkan jumlah yang disalurkan per kepala keluarga. Menurutnya, BLT cukup efektif meningkatkan konsumsi masyarakat di tengah perlambatan ekonomi akibat Covid-19.
"Sekarang BLT diberikan ke kelompok miskin, kelompok miskin cirinya apa? Punya rumah, rumah kecil lantai tanah, sekarang banyak orang yang rumahnya enggak tanah tapi dia jadi miskin karena berapa bulan dia enggak kerja," ujarnya dalam webinar bertajuk Mid-Year Economic Outlook 2020, Selasa (28/7).
Jika memakai definisi World Bank, kata Chatib, ada 115 juta orang di Indonesia yang masuk kategori kelas menengah rentan miskin. Artinya, jika satu keluarga terdiri dari empat orang, ada sekitar 30 juta rumah tangga rentan miskin yang butuh BLT dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasih jangan 600 ribu. Kasih aja Rp1 juta-1,5 juta, kalau Rp2 juta kebanyakan malah, malah dia tinggal di rumah. (Beri) Rp1 juta deh, dikali 30 juta rumah tangga. Itu Rp30 puluh triliun. Mau beri enam bulan, maka kita butuh Rp180 triliun. Hampir 1 persen, 1 persen lebih dari PDB," imbuhnya.
Dalam situasi saat ini, lanjutnya, pemerintah juga harus menahan alokasi belanja pembangunan infrastruktur dan mengalihkannya sementara ke program BLT. Dengan demikian, daya beli masyarakat dapat kembali meningkat dan konsumsi rumah tangga yang jadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional bisa terpompa.
"Uangnya bisa direalokasikan dari kementerian/lembaga. Salah satunya misalnya di infrastruktur. Enggak perlu bangun infrastruktur baru sekarang, kan, maintenance-nya aja, jangan dibatalkan proyeknya. Tapi di-postpone tahun depan. Apa lagi? Pembelian yang bisa di-postpone, enam bulan aja, di-postpone enggak perlu setahun," lanjutnya.
Menurut Chatib, jika pemerintah enggan mengeluarkan dana tambahan untuk kelas menengah rentan miskin, maka kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan pemerintah bisa menjadi sia-sia. Pasalnya, tanpa jaminan sosial dari negara, mereka akan tetap memaksa untuk bekerja dan beraktivitas di luar rumah.
"Kalau meminta orang tinggal di rumah, kita harus bayar mereka. Itu yang menjelaskan kenapa India, Meksiko, Indonesia sulit melakukan PSBB atau lockdown karena jaminan sosial kita nggak cukup," imbuhnya.