Pemerintah mengantongi Rp82,1 triliun dari penerbitan empat seri surat utang negara (SUN) hari ini. Penerbitan itu dilakukan dengan skema private placement kepada Bank Indonesia (BI).
Ini artinya, seluruh surat utang yang diterbitkan pemerintah diserap oleh bank sentral. Dengan kata lain, penerbitan tidak dilakukan seperti biasanya di pasar perdana.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan penerbitan SUN hari ini merupakan transaksi yang pertama untuk memenuhi sebagian pembiayaan public goods. Total kebutuhan pembiayaan untuk public goods sendiri sebesar Rp397,56 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Jeff Bezos Jual Saham Amazon Rp45 T |
"Kebutuhan pembiayaan meliputi pembiayaan untuk belanja kesehatan, perlindungan sosial, serta pembiayaan sektoral kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah (pemda) dalam rangka penanganan virus corona dan pemulihan ekonomi nasional," ungkap Luky dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (7/8).
Transaksi ini, kata Lucky, dilakukan berdasarkan keputusan bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Warjiyo nomor 347/KMK.08/2020 dan 22/9/KEP.GB/2020 tentang Skema dan Mekanisme Koordinasi Pembelian SUN dan/atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) oleh BI di Pasar Perdana dan Pembagian Beban Biaya dalam Rangka Pembiayaan Penanganan Dampak Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Selain itu, transaksi ini juga sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2002 tentang SUN dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.08/2019 tentang Penjualan SUN dengan Cara Private Placement.
Lihat juga:Trump Kobarkan Perang Dagang ke Kanada |
"Transaksi ini merupakan implementasi dari skema burden sharing sebagai wujud sinergi Pemerintah dan BI dalam upaya pembiayaan penanganan dampak pandemi virus corona dan pemulihan ekonomi nasional," jelas Luky.
Ia menegaskan penerbitan SUN secara private placement mengacu terhadap beberapa prinsip, yakni menjaga kredibilitas dan integritas pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter, menjaga ruang fiskal dan keberlanjutan dalam jangka menengah, serta menerapkan tata kelola secara hati-hati, transparan, dan akuntabel.
Sementara, Luky menyatakan suku bunga Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR009 periode 11 Agustus-11 November 2020 tetap 6,3 persen. Suku bunga tidak ikut turun meski bank sentral telah beberapa kali memangkas suku bunga acuannya.
Ini karena jenis bunga untuk SBR009 mengambang. Artinya, bunga akan naik ketika bank sentral mengerek suku bunga acuannya, tetapi bunga SBR009 tidak ikut turun jika BI menurunkan suku bunga acuan.
"Tingkat kupon SBR009 periode 11 Agustus sampai 10 November 2020 menggunakan tingkat kupon minimal SBR009 sebesar 6,30 persen," pungkas Luky.