Direktur Mega Proyek PT PLN (Persero) Ikhsan Asaad berharap pemerintah bisa memberikan suntikan modal untuk pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT). Khususnya, untuk pengembangan pembangkit EBT besar di Pulau Jawa.
Pasalnya, kata Ikhsan, untuk memenuhi target bauran EBT 23 persen pada 2025 perlu dana investasi yang besar. Sementara, keuangan perseroan tengah tertekan akibat perlambatan permintaan listrik.
"Saya kira kami akan sangat senang kalau dibantu sama pemerintah karena bagaimanapun ada cost di situ yang dapat menambah beban biaya pokok produksi kami," ucapnya dalam webinar yang digelar Katadata, Rabu (26/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:PLN Incar Pendapatan Rp391 T pada 2021 |
Di sisi lain, biaya pokok produksi EBT juga relatif mahal ketimbang energi fosil. Hal ini dapat menekan arus kas PLN jika pemerintah tidak memberikan bantuan dalam bentuk insentif dan/atau kompensasi. Terlebih, jika kapasitas pembangkit yang dibutuhkan sangat besar.
"Dalam pengalaman kami kalau masih 100, 200, 300 megawatt saya kira belum terlalu berpengaruh," imbuhnya.
PLN sendiri sebenarnya pesimistis target bauran EBT dapat tercapai pada 2023. Untuk itu, dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2020-2029, kata Ikhsan, PLN meminta target tersebut diundur hingga tahun 2029.
"Saya kira ada ruang tapi agak berat jika lebih dari 23 persen. Di draft RUPTL baru kami yang sudah kami sampaikan ke ESDM RUPTL 2020-2029 23 persen kita capai di 2029. Ada peluang tetapi tentunya sangat challenging," ujar Ikhsan.
Meski demikian, hingga saat ini PLN terus menggenjot persentase bauran EBT tanpa membangun pembangkit listrik baru. Salah satunya mengganti 5.200 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan pembangkit listrik berbasis EBT.
"Kami juga sesuaikan dengan kondisi dan resources yang ada. Seperti matahari kan tinggi ya di (Indonesia) Timur, kami bisa ganti pakai PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya)," ucapnya.
Selanjutnya, PLN tengah mengembangkan co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan memanfaatkan biomassa sebagai substitusi atau campuran batu bara.
Salah satu PLTU yang menerapkan sistem tersebut, yakni PLTU Paiton yang berkapasitas 2x400 megawatt (MW). Selain Paiton, lanjut Ikhsan, saat ini terdapat 52 PLTU yang tengah uji coba menggunakan co-firing.
Ada pula rencana membangun PLTS di 200 titik lokasi pembangkit berbasis diesel. Upaya tersebut dilakukan tak hanya untuk meningkatkan bauran EBT, tetapi juga mengurangi ketergantungan terhadap BBM.
"PLN itu mengeluarkan 25 triliun tiap tahun untuk belanja BBM, kalau itu bisa kita subtitusi dengan biomas atau PLTS kita bisa memperbaiki biaya pokok produksi PLN," tandasnya.