Menteri ESDM Sebut Pemanfaatan EBT Antisipasi Krisis Energi

CNN Indonesia
Kamis, 13 Agu 2020 11:46 WIB
Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia untuk antisipasi krisis ekonomi dan energi.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia untuk antisipasi krisis ekonomi dan energi.(ANTARA FOTO/Didik Setiawan).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia untuk antisipasi krisis ekonomi dan energi.

Arifin memaparkan tak hanya Indonesia, beberapa negara mulai mengembangkan EBT, terutama India.

"India sudah melakukan banyak program dan komitmen mereka untuk melakukan reformasi di sektor energi itu besar. Ini tentu saja ke depan akan mengurangi konsumsi gas dan juga konsumsi batubara," kata Arifin dikutip dari Antara, Kamis (13/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu sumber EBT yang menjadi sorotan Arifin untuk bisa dikonversi sebagai listrik adalah bioenergi.

Sumber energi tersebut memiliki potensi 32,6 Giga Watt (GW), akan tetapi baru terealisasi sebesar 5,8 persen atau 1.895,7 Mega Watt (MW).

"Bioenergi sangat penting ke depan, terutama nanti kalau minyak habis, gas sedikit. Bioenergi ini adalah salah satu andalan. Jangan berpikir sekarang, tapi ke depan pada saat minyak mahal, kita akan memanfaatkan bioresources ini," kata Arifin.

Salah satu keberhasilan pengembangan bioenergi adalah dengan diresmikannya pabrik katalis merah putih di Bandung beberapa waktu lalu. Pabrik tersebut merupakan pabrik katalis nasional pertama di Indonesia yang dikembangkan sejak tahun 1982 oleh ilmuwan Institut Teknologi Bandung.

Pabrik tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan industri pengilangan minyak, kimia dan petrokimia, serta industri energi.

Jenis sumber EBT lain yang punya potensi besar namun belum teroptimalkan secara baik adalah panas bumi (23,9 GW), bayu atau angin (60,6 GW), hidro atau air (75 GW), surya (207,8 GW) dan samudera.

"Samudera, ocean resources punya potensi hampir 18 GW tapi masih 0 persen, belum termanfaatkan," ungkap Arifin.

Sebelumnya, terkait EBT, Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menyebut saat ini masyarakat sudah bisa mensuplai listrik untuk kebutuhan harian rumah tangga sendiri melalui EBT.

Salah satunya, menggunakan solar panel di atap maupun di halaman tempat tinggalnya. Ke depan, ia memperkirakan Independent Power Producer (IPP) yang menjual listrik ke perusahaannya tak hanya korporasi-korporasi besar, melainkan juga kelompok masyarakat.

Dalam hal ini, masyarakat tak cuma hanya berada di posisi konsumen melainkan juga produsen listrik.

"Kalau ada kelebihan mereka pasti berpikir bagaimana mereka menjual listrik solar panel dari yang mereka lakukan. Sehingga grid (jaringan) yang dibutuhkan nantinya tidak hanya satu arah tetapi juga dua arah," ujarnya.

Dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RPJPP), lanjut Zulkifli, PLN sendiri menargetkan kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 12,8 Giga Watt (GW) pada 2024. Namun hingga akhir 2019 lalu, realisasi daya pembangkit EBT terpasang baru mencapai 7,8 GW.

Artinya, masih ada defisit 5 GW untuk dapat mencapai target RJPP 2024. Sementara jika mengacu pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), defisit kapasitas pembangkit listrik EBT jauh lebih besar.

"RUPTL menargetkan 16,3 GW, sehingga ada selisih antara RPJPP dan RUPTL sebesar 3,5 GW," terangnya.

Lantaran itu lah, PLN mulai menggenjot pembangunan pembangkit EBT dengan menggenjot bauran biomassa sebagai pengganti batubara untuk bahan bakar pembangkit listrik diesel.

[Gambas:Video CNN]



(age/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER