CEO PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska) Aakar Abyasa Fidzuno membantah soal dugaan pencucian uang oleh perusahaannya yang disebut tengah didalami oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sejauh ini Jouska tak pernah memperoleh panggilan apa pun dari lembaga tersebut. "Panggilan yang masuk ke kami hanya ada dua pertama dari satgas waspada investasi, kedua dari Bareskrim kepada saya selaku saksi itu tanggal 19 Agustus hanya itu saja sampai detik ini," ujarnya dalam video conference, Selasa (1/9).
Aakar juga memastikan perusahaannya tidak pernah menerima penitipan dana apa pun dari kliennya. Di samping itu, transaksi yang dilakukan juga hanya sekadar membayar jasa advisory atau penasihat keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendapatan lainnya berasal dari bikin event dan edukasi seperti biasanya. Terkait kontrak dengan klien juga dalam kontrak itu dinyatakan bahwa dana tidak boleh dari hasil kejahatan," tuturnya.
Selain itu, klaim Aakar, lembaganya selalu hadir dalam edukasi dan seminar yang dilakukan PPATK terkait dengan pencegahan pencucian uang.
"Kami sebagai badan legal memang terdaftar dibawah PPATK dan kita tiap tahun mengikuti seminar kegiatan anti money laundring," tegasnya.
Diketahui, sebelumnya Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyebut pihaknya tengah mengusut aliran dana perusahaan yang menawarkan jasa perencana keuangan tersebut.
Ia bilang sejauh ini telah dilakukan pemetaan dan analisis dari nama dan rekening yang terlibat dalam perusahaan yang digawangi Aakar.
"Iya. Saya kira otomatis saja karena kalau ada gangguan, kasus yang mengganggu, soal integritas di sistem keuangan kita itu otomatis PPATK masuk (menyelidiki)," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Meski demikian sejauh ini PPATK belum mendapatkan temuan yang signifikan. Analisis yang dilakukan masih dalam tahap awal.
Jika terbukti melakukan pelanggaran tindak pidana pencucian uang (TPPU) sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka pelaku dapat dipidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.