Pengamat Khawatir Revisi UU BI Ganggu Pasar Keuangan

CNN Indonesia
Selasa, 01 Sep 2020 18:41 WIB
Sejumlah pengamat khawatir revisi UU BI yang mulai dibahas Baleg DPR bakal mengganggu independensi BI sehingga bisa berdampak pada stabilitas pasar keuangan.
Sejumlah pengamat khawatir rencana revisi UU BI bakal mengganggu independensi bank sentral dan mengganggu stabilitas pasar keuangan dalam negeri. Ilustrasi. (CNNIndonesia/ Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengamat berpendapat Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) yang diusulkan oleh Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bakal mengganggu stabilitas pasar keuangan. Pasalnya, rancangan aturan itu akan membunuh independensi bank sentral.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan salah satu poin yang akan mematikan independensi BI adalah wacana pembentukan Dewan Moneter bank sentral. Maklum, dewan itu salah satunya akan diisi menteri keuangan sebagai wakil pemerintah.

Hal itu tertuang dalam Pasal 9A. Pasal itu menjelaskan Dewan Moneter akan memimpin, mengoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dewan Moneter terdiri dari lima anggota yaitu, menteri keuangan, menteri yang membidangi perekonomian, gubernur BI, deputi gubernur senior BI, dan ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Bahkan, jika perlu, pemerintah dapat menambah lagi beberapa orang menteri sebagai anggota penasehat kepada Dewan Moneter.

"Ini akan ganggu independensi BI sebagai bank sentral. Otoritas moneter ini kan BI, sebuah lembaga yang seharusnya independen. Bebas campur tangan pemerintah. Ini akan mengganggu independensi BI," ungkap Josua kepada CNNIndonesia.com, Selasa (1/9).

Menurutnya, kalau poin pembahasan itu diteruskan bisa mengganggu pasar keuangan. Investor akan merespons revisi UU BI tersebut dengan negatif.

"Ini jadi tidak jelas antara BI dan pemerintah, jadi abu-abu," imbuh Josua.

[Gambas:Video CNN]

Selain soal Dewan Moneter, Josua juga menyoroti Pasal 55 yang menyebut BI bisa membeli surat utang negara di pasar primer dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan darurat. Menurutnya, poin ini semakin menggambarkan bahwa pemerintah menggantungkan pembiayaan dari BI.

"Pemerintah benar-benar ikut campur dengan BI. Ini bisa mengganggu stabilitas di pasar keuangan. Rupiah anjlok," tutur Josua.

Ia menyatakan DPR sebaiknya tak mengubah fungsi dari BI yang fokus dalam menjaga stabilitas pasar keuangan. Sebab, jika pasar keuangan terganggu, maka dampaknya juga akan buruk terhadap ekonomi nasional.

"Apalagi sedang covid-19 (virus corona) ini. Jadi perekonomian harus cepat tumbuh, pasar keuangan harus stabil. Pertumbuhan ekonomi akan jadi percuma kalau pasar keuangan tidak stabil," jelas Josua.

Senada, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyatakan bank sentral di seluruh negara harus tetap independen. Artinya, tak ada campur tangan pemerintah dari setiap kebijakan yang dikeluarkan.

"Kenapa harus independen, karena menyangkut regulasi sektor keuangan. Tidak bisa dicampur politik, Dewan Moneter ini kan ada pemerintah. Pemerintah tidak lepas dari politik," ujar Aviliani.

Lagi pula, ia menambahkan bahwa revisi UU BI bukan hal yang urgensi saat ini. DPR dan pemerintah sebaiknya fokus mendorong sektor riil demi memperbaiki ekonomi domestik.

"Kalau mau diharmonisasi lagi kebijakannya tunggu kondisi stabil. Kalau sekarang dorong dulu sektor riil. Itu lebih penting," pungkas Aviliani.

[Gambas:Video CNN]



 

(aud/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER