Gubebrnur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksi ekonomi Indonesia tahun depan bisa menyentuh 4,8 persen sampai 5,8 persen. Angka itu jauh lebih optimis ketimbang pemerintah yang hanya menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen sampai 5,5 persen.
"Kami memandang kisaran asumsi pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 sekitar 4,5 persen-5,5 persen cukup realistis dan sejalan dengan perkiraan BI sekitar 4,8 persen-5,8 persen," papar Perry dalam video conference, Rabu (2/9).
Ia menilai pemulihan ekonomi mulai terjadi pada paruh kedua tahun ini. Perbaikan ekonomi ditopang oleh kenaikan permintaan domestik sejalan dengan relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian, peningkatan realisasi APBN sebagai stimulus kebijakan fiskal, berlanjutnya stimulus kebijakan moneter, dan kemajuan dalam restrukturisasi kredit dan dunia usaha," jelasnya.
Perry memaparkan beberapa indikator memperlihatkan perbaikan. Seperti, mobilitas masyarakat, penjualan eceran dan online, keyakinan konsumen, serta ekspektasi kegiatan usaha.
Sementara, BI memprediksi nilai tukar rupiah bergerak dalam kisaran Rp13.900-Rp14.700 per dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun depan. Angkanya masih sejalan dengan asumsi pemerintah yang sebesar Rp14.600 per dolar AS.
"BI perkirakan rata-rata nilai tukar (pada 2021) sekitar Rp13.900-Rp14.700 per dolar AS," jelas Perry.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi ekonomi kuartal III 2020 minus. Namun, ia tak menyebut pasti apakah kontraksi ekonomi periode Juli-September 2020 akan lebih parah atau membaik dibandingkan kuartal II 2020.
"Diprediksi kuartal III 2020 (Indonesia) alami pertumbuhan negatif," ucap Sri Mulyani.
Jika proyeksi ini benar-benar terjadi, maka Indonesia akan masuk ke jurang resesi pada kuartal III 2020. Pasalnya, ekonomi Indonesia sudah minus 5,32 persen pada kuartal II 2020.