Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengakui rapid test sebetulnya tak bisa digunakan sebagai referensi untuk mendiagnosis status bebas virus corona seseorang. Namun, hasil reaktif rapid test masih digunakan mengacu pada SE Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 9 tahun 2020.
Padahal, Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan penggunaan rapid test sebagai acuan status kesehatan tak sesuai dengan syarat organisasi kesehatan dunia (WHO).
Diketahui, WHO tidak merekomendasikan tes cepat sebagai acuan status kesehatan atau pun sebagai syarat bepergian dalam moda transportasi massal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut penggunaan rapid test sebagai acuan untuk calon penumpang udara dan kereta api jarak jauh masih diberlakukan hingga saat ini karena belum ada perubahan edaran dari Gugus Tugas. Dalam edaran terakhir yang yang dikeluarkan pada 26 Juni lalu, Gugus Tugas menyatakan hasil non-reaktif rapid test dapat dijadikan rujukan untuk 14 hari.
"Saya paham WHO kurang setuju apalagi rapid test, karena beberapa referensi kami juga mengatakan bahwa sebenarnya (rapid test) tidak bisa dijadikan referensi untuk diagnosis (covid-19). Tapi saat ini, itu lah rujukan yang kami pegang dan belum ada perubahan dari syarat kesehatan," ucapnya dalam diskusi daring Industri Transportasi Publik pada Kamis (3/9).
Lebih lanjut, ia menjelaskan Kemehub tidak memiliki kewenangan untuk menentukan persyaratan untuk calon penumpang transportasi massal. Dengan kata lain, selama SE Gugus Tugas belum direvisi, maka pemberlakuan syarat jalan menggunakan moda transportasi tak akan diubah baik untuk transportasi darat, laut, mau pun darat.
Namun, Adita menyatakan bahwa pihaknya bersama dengan Universitas Indonesia (UI) melakukan evaluasi dan mengkaji ulang syarat dari protokol kesehatan dalam moda transportasi. Ia bilang bahwa hasil dari evaluasi telah disampaikan kepada Satgas.
Meski mengaku telah berusaha memastikan seluruh operator moda transportasi menjalankan protokol kesehatan pemerintah, namun dia menyatakan masih menerima beberapa laporan akan operator bandel.
Walau tak menyebut siapa operator tersebut, namun Adita memastikan Kemenhub tak tinggal diam. Pihaknya tetap memberi sanksi kepada pihak pelanggar mulai dari teguran, denda, hingga pemutusan lisensi atau pencabutan izin sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
"Saya tidak deny (menyangkal) ada juga beberapa operator yang masih bandel dan banyak laporan dari masyarakat. Ada mekanisme sanksi dari teguran sampai denda dan pemutusan lisensi atau pencabutan izin," ungkapnya.