Pemerintah Belum Bahas Draf RUU BI Versi DPR

CNN Indonesia
Jumat, 04 Sep 2020 18:22 WIB
Menkeu Sri Mulyani menyatakan pemerintah hingga kini belum membahas draf revisi UU BI yang diusulkan DPR, termasuk soal poin pembentukan Dewan Moneter.
Sri Mulyani menyatakan pemerintah belum membahas rencana revisi UU BI yang belakangan ini ramai. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah belum membahas draf revisi UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Draf yang belakangan ramai merupakan usulan dari Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Beberapa hari terakhir banyak disampaikan revisi UU tentang BI inisiatif DPR. Pemerintah belum membahas RUU inisiatif DPR tersebut," ungkap Sri Mulyani dalam video conference, Jumat (4/9).

Ia bilang penjelasan Presiden Jokow Widodo (Jokowi) terkait kebijakan moneter tak berubah. Intinya, kebijakan moneter harus tetap kredibel, efektif, dan independen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"BI dan pemerintah bersama-sama bertanggung jawab menjaga stabilitas dan kepercayaan ekonomi memajukan kesejahteraan rakyat demi kemakmuran dan keadilan yang berkesinambungan," kata Sri Mulyani.

Kendati belum membahas draf RUU BI yang diusulkan DPR, tetapi Sri Mulyani mengakui bahwa pemerintah melakukan evaluasi dan melihat berbagai faktor yang bisa diidentifikasi dalam memperbaiki stabilitas sistem keuangan.

Sri Mulyani menyatakan setidaknya ada lima faktor yang menjadi bahan kajian pemerintah saat ini. Pertama, penguatan dari basis data dan informasi yang terintegrasi antar lembaga menjadi sangat penting. Ini termasuk lembaga-lembaga yang masuk dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

"Perbaruan rekonsiliasi dan verifikasi harus dilakukan lebih intens, ini untuk lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Kementerian Keuangan," kata Sri Mulyani.

[Gambas:Video CNN]

Kedua, apabila ditemukan indikasi permasalahan maka akan dilakukan pemeriksaan dan evaluasi bersama dengan anggota KSSK. Tujuannya adalah untuk menentukan langkah antisipasi penanganan permasalahan berikutnya.

"Penguatan koordinasi sedang dikaji, ini penguatan sektor keuangan secara terintegrasi termasuk mengintegrasikan pengaturan antara mikro dan makroprudensial," tutur Sri Mulyani.

Ia menyatakan otoritas pengawas bank dan otoritas moneter pernah berada dalam satu atap. Maksudnya, pengawasan perbankan pernah berada di bawah BI.

Kemudian, saat ini pengawasan perbankan berada di bawah tanggung jawab OJK. Artinya, otoritas pengawas bank dan moneter kini sudah berbeda atap.

"Jadi Indonesia mengalami dan pernah dalam hal ini punya dua sistem yang pernah terjadi. Masing-masing sistem tersebut baik mereka dalam satu atap maupun berbeda atap punya kelebihan dan kekurangan. Ini perlu dikaji secara lebih hati-hati," jelas Sri Mulyani.

Ketiga, penguatan sektor keuangan juga dilakukan dari sisi instrumen yang dapat digunakan oleh perbankan dalam mengatasi persoalan yang berpotensi dihadapi oleh bank. Untuk itu, pemerintah bersama OJK, BI, dan LPS sedang menkaji penyederhanaan dan persyaratan instrumen likuiditas bagi perbankan.

"Misalnya pinjaman likuiditas jangka pendek dan pembiayaan likuiditas jangka pendek syariah oleh BI yang memiliki fungsi sebagai the lender of the last resort," ujar Sri Mulyani.

Keempat, penguatan juga perlu dilakukan di LPS. Sri Mulayni menilai perlu ada wewenang lebih yang diberikan untuk LPS.

"Perlu ada mandat LPS untuk bisa melakukan early intervention atau intervensi dini termasuk dalam bentuk penempatan dana," imbuh Sri Mulyani.

Kelima, penguatan dari sisi pengambilan keputusan juga menjadi bagian dari bahan kajian KSSK. Dengan demikian, kebijakan yang diputuskan KSSK bisa lebih optimal dalam menangani masalah sistem keuangan.

Sebelumnya, Baleg DPR mengusulkan pembentukan Dewan Moneter bank sentral. Hal itu tertuang dalam Pasal 9A yang menjelaskan Dewan Moneter akan memimpin, mengoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

Dewan Moneter terdiri dari lima anggota yaitu, menteri keuangan, menteri yang membidangi perekonomian, gubernur BI, deputi gubernur senior BI, dan ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Bahkan, jika perlu, pemerintah dapat menambah lagi beberapa orang menteri sebagai anggota penasehat kepada Dewan Moneter.

Selain itu, dalam Pasal 55 disebutkan bahwa BI bisa membeli surat utang negara di pasar primer dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan darurat.

Lalu, Pasal 11 Ayat 4 menyatakan BI dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat kepada bank yang mengalami kesulitan keuangan dan berdampak sistemik, sehingga menyebabkan krisis. Beban dari pembiayaan itu ditanggung oleh BI dan pemerintah.

Kemudian, Pasal 34 dituliskan bahwa tugas pengawasan bank dikembalikan ke BI dari yang saat ini berada di tangan OJK.

(aud/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER