Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan keringanan pembayaran iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan (sekarang BP Jamsostek) mulai 1 September 2020. Kebijakan diberikan khusus dalam rangka pandemi virus corona atau covid-19.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Selama Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Beleid itu diteken pada 31 Agustus dan berlaku sejak diundangkan pada 1 September 2020.
Jokowi memberikan penyesuaian iuran bagi pemberi kerja, peserta penerima upah, dan peserta bukan penerima upah tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berupa kelonggaran batas waktu pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), iuran Jaminan Kematian (JKM), iuran Jaminan Hari Tua (JHT), dan iuran Jaminan Pensiun (JP) setiap bulan, keringanan iuran JKK dan iuran JKM, serta penundaan pembayaran sebagian iuran JP," tulis Pasal 3 ayat 2 di PP tersebut, dikutip Senin (7/9).
Pertama, kelonggaran batas waktu pembayaran iuran JKK, iuran JKM, iuran JHT, dan iuran JP dari sebelumnya paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari iuran bersangkutan menjadi paling lambat tanggal 30 bulan berikutnya.
Kedua, penundaan pembayaran sebagian iuran JP. Pemberi kerja wajib memungut iuran JP dari pekerja sebesar satu persen. Sementara, iuran JP yang menjadi kewajiban pemberi kerja sebesar dua persen dari upah pekerja.
Ketentuannya, sebagian iuran JP sebesar satu persen wajib dibayarkan dan disetorkan oleh pemberi kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan setiap bulan sesuai dengan batas waktu.
Sisanya, 99 persen dari iuran JP diberikan penundaan pembayaran yang pelunasannya sekaligus atau bertahap mulai paling lambat 15 Mei 2021 dan selesai paling lambat 15 April 2022.
Khusus untuk usaha menengah dan besar, penundaan pembayaran diberikan kepada pemberi kerja dan pekerja dengan syarat kegiatan produksi, distribusi, atau kegiatan utama usahanya terganggu dampak pandemi corona.
Hal tersebut membuat ada penurunan omzet lebih dari 30 persen yang dibuktikan dengan data penurunan sejak Februari 2020 dan surat pernyataan pimpinan perusahaan pemberi kerja dengan itikad baik.
Setelah permohonan diajukan, maka BPJS Ketenagakerjaan melakukan verifikasi untuk kemudian diputuskan penerimaan atau penolakan permohonan penundaan bayar. Nantinya, hasil verifikasi akan diberitahukan.
Sementara, syarat penundaan bagi pekerja di perusahaan skala menengah dan atas, yaitu telah mendaftar sebagai peserta iuran sebelum Agustus 2020 dan harus melunasi iuran sampai Juli 2020. Bila baru mendaftar setelah Juli, maka harus membayar sebagian iuran di bulan tersebut.
"Pemberi kerja yang telah memperoleh persetujuan melaksanakan pemungutan, pembayaran, dan penyetoran iuran JP dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan. Dapat dilakukan secara manual atau elektronik melalui kanal layanan BPJS Ketenagakerjaan," terang Pasal 19 ayat 4 dan 5.
Sedangkan penundaan untuk usaha mikro dan kecil diberikan dengan syarat telah mendaftar kepesertaan sebelum Agustus 2020 dan harus melunasi iuran sampai Juli 2020. Bila baru mendaftar setelah Juli, maka harus membayar sebagian iuran di bulan tersebut.
Lalu, tinggal memberitahukan ke BPJS Ketenagakerjaan. "BPJS Ketenagakerjaan memberitahukan mulai berlakunya penundaan pembayaran sebagian Iuran JP dalam waktu satu hari sejak diterima pemberitahuan dari pemberi kerja skala usaha mikro dan kecil," terang Pasal 21 ayat 2.
Ketiga, keringanan iuran JKK dan JKM sebesar 99 persen, sehingga iuran menjadi satu persen. Syaratnya pemberi kerja, peserta penerima upah, dan peserta bukan penerima upah tertentu mendaftar sebelum Agustus 2020 dan sudah melunasi iuran sampai Juli 2020.
Berikut keringanan iuran JKK:
A. Bagi peserta penerima upah, terbagi dalam lima kategori
1. Tingkat risiko sangat rendah, yaitu sebesar 1 persen dikali 0,24 persen dari upah, sehingga menjadi 0,0024 persen dari upah sebulan
2. Tingkat risiko rendah 1 persen dikali 0,54 persen menjadi 0,0054 persen per bulan
3. Tingkat risiko sedang sebesar 1 persen dikali 0,89 persen menjadi 0,0089 persen per bulan
4. Tingkat risiko tinggi 1 persen dikali 1,27 persen menjadi 0,0127 persen per bulan
5. Tingkat risiko sangat tinggi, yaitu 1 persen dikali 1,74 persen menjadi 0,0174 persen per bulan
B. Bagi peserta bukan penerima upah sebesar 1 persen dari iuran nominal peserta
1. Bagi iuran yang didasari upah pekerja, maka besaran iuran JKK bagi pekerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu yang bekerja pada pemberi kerja di usaha jasa konstruksi ditetapkan sebesar 1 persen dikali 1,74 persen sama dengan 0,0174 persen per bulan.
2. Bagi iuran yang upah pekerjanya tidak diketahui, maka besar iuran JKK dihitung berdasarkan nilai kontrak kerja konstruksi
a. Pekerja konstruksi dengan nilai Rp100 juta, iurannya 1 persen dikali 0,21 persen dari nilai kontrak menjadi 0,0021 persen dari nilai kontrak kerja sampai dengan Rp100 juta.
b. Pekerja konstruksi dengan nilai di atas Rp100 juta sampai Rp500 juta, iurannya sesuai tarif di poin a ditambah 1 persen dikali 0,17 persen lalu ditambah 0,0017 persen dari selisih nilai antara nilai kontrak konstruksi setelah dikurangi Rp100 juta.
c. Pekerja konstruksi dengan nilai di atas Rp500 juta sampai Rp1 miliar, iurannya sesuai tarif di poin b ditambah 1 persen dikali 0,13 persen lalu ditambah 0,0013 persen dari selisih nilai antara nilai kontrak konstruksi setelah dikurangi Rp500 juta.
d. Pekerja konstruksi dengan nilai di atas Rp1 miliar sampai Rp5 miliar, iurannya sesuai tarif di poin c ditambah 1 persen dikali 0,11 persen lalu ditambah 0,0011 persen dari selisih nilai antara nilai kontrak konstruksi setelah dikurangi Rp1 miliar.
e. Pekerja konstruksi dengan nilai di atas Rp5 miliar, iurannya sesuai tarif di poin d ditambah 1 persen dikali 0,09 persen lalu ditambah 0,0009 persen dari selisih nilai antara nilai kontrak konstruksi setelah dikurangi Rp5 miliar.
Berikut keringanan iuran JKM:
A. Bagi peserta penerima upah sebesar 1 persen dikali 0,3 persen menjadi 0,003 persen per bulan.
B. Bagi peserta bukan penerima upah sebesar 1 persen dikali Rp6.800 menjadi Rp68 per bulan.
1. Bagi iuran yang upah pekerjanya tidak diketahui, maka besar iuran JKM bagi pekerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu yang bekerja pada pemberi kerja sektor usaha jasa konstruksi ditetapkan sebesar 1 persen dikali 0,3 persen dari upah sebulan sehingga menjadi 0,003 persen dari upah sebulan.
2. Bagi upah pekerja yang tidak diketahui, maka besarannya juga bisa dihitung dari nilai kontrak kerja konstruksi.
a. Pekerja konstruksi dengan nilai Rp100 juta, iurannya 1 persen dikali 0,03 persen dari nilai kontrak menjadi 0,0003 persen dari nilai kontrak kerja sampai dengan Rp100 juta.
b. Pekerja konstruksi dengan nilai di atas Rp100 juta sampai Rp500 juta, iurannya sesuai tarif di poin a ditambah 1 persen dikali 0,02 persen lalu ditambah 0,0002 persen dari selisih nilai antara nilai kontrak konstruksi setelah dikurangi Rp100 juta.
c. Pekerja konstruksi dengan nilai di atas Rp500 juta sampai Rp1 miliar, iurannya sesuai tarif di poin b ditambah 1 persen dikali 0,02 persen lalu ditambah 0,002 persen dari selisih nilai antara nilai kontrak konstruksi setelah dikurangi Rp500 juta.
d. Pekerja konstruksi dengan nilai di atas Rp1 miliar sampai Rp5 miliar, iurannya sesuai tarif di poin c ditambah 1 persen dikali 0,01 persen lalu ditambah 0,0001 persen dari selisih nilai antara nilai kontrak konstruksi setelah dikurangi Rp1 miliar.
e. Pekerja konstruksi dengan nilai di atas Rp5 miliar, iurannya sesuai tarif di poin d ditambah 1 persen dikali 0,01 persen lalu ditambah 0,0001 persen dari selisih nilai antara nilai kontrak konstruksi setelah dikurangi Rp5 miliar.
(uli/bir)