Pemerintah meminta Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank mengguyur pembiayaan atau kredit kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) berorientasi ekspor dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Tugas tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 372/KMK.08/2020 tentang Penugasan Khusus kepada LPEI Dalam Rangka Mendukung Sektor Usaha Kecil dan Menengah Berorientasi Ekspor (PKE UKM).
Direktur Eksekutif LPEI James Rompas mengungkapkan sasaran program ini adalah UMKM lintas sektor ekonomi serta komoditas (baik barang maupun jasa) dengan tujuan ekspor ke negara tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam program ini, plafon kredit yang diberikan kepada segmen pelaku usaha kecil sebesar Rp500 juta sampai dengan Rp2 miliar. Sementara, segmen menengah mulai Rp2 miliar sampai Rp15 miliar. Namun, untuk plafon di atas Rp10 Miliar wajib memiliki laporan keuangan audited tahunan untuk periode terakhir.
Program Penugasan Khusus Ekspor kepada UMKM tersebut dilakukan melalui penyediaan fasilitas pembiayaan, sehingga dapat mengakomodir hambatan-hambatan yang dihadapi pelaku usaha dalam mendapatkan pembiayaan dari perbankan komersial.
"Program ini diberikan sebagai bentuk stimulus kepada pelaku UKM beriorentasi ekspor yang terdampak covid-19. Pelaku usaha yang menjadi sasaran program ini adalah UKM menurut UU No 20 Tahun 2008 yang berorientasi ekspor, baik direct maupun indirect (tier 1)," terang James dalam keterangan resminya Selasa (8/9).
PKE UKM merupakan program sinergi 5 kementerian, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Ia lahir dari usulan Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) pada 2018 terkait dengan PKE kepada UKM subsektor kuliner untuk produk kopi, teh, daging, dan keripik.
Kemudian atas usulan dari Kemenkop UKM dan Kemendag, program itu diperluas agar tidak hanya diberikan ke subsektor kuliner namun diperluas menjadi seluruh sektor industri dan seluruh negara tujuan ekspor.
Kriteria UMKM
James menjelaskan UMKM yang dapat mengakses pembiayaan lembaganya harus memiliki usaha produktif berorientasi ekspor baik direct maupun indirect selama minimal dua tahun dan menyampaikan laporan keuangannya tahun terakhir.
Selain itu, pelaku UMKM harus memiliki badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum, termasuk perorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, memiliki NPWP, SIUP, surat keterangan domisili usaha, surat izin usaha lainnya, dan/atau Nomor Induk Berusaha (NIB), mayoritas dimiliki oleh Warga Negara Indonesia.
Lihat juga:Realisasi Stimulus UMKM Capai 36,6 Persen |
Lalu, pada saat pengajuan fasilitas PKE ke LPEI, pelaku UMKM tersebut tidak boleh memiliki tunggakan kredit di bank; dan tidak sedang dalam proses klaim atau tidak memiliki utang subrogasi pada perusahaan penjaminan atau perusahaan asuransi.
James menegaskan pelaku usaha yang telah memperoleh pembiayaan dari bank/lembaga lainnya, tetap dapat mengakses fasilitas PKE sepanjang pinjaman kredit tersebut lancar, memenuhi kriteria, dan memiliki jaminan sesuai dengan yang telah ditentukan.
Sementara, terkait proses service level agreement (SLA), jelas dia, disepakati selama 20 hari kerja setelah seluruh dokumen dari calon debitur dinyatakan lengkap oleh LPEI.
"Setelah semua lengkap, maka kami punya SLA dalam 20 hari kerja untuk memroses persetujuan fasilitas pembiayaan tersebut dan menyalurkan ke UMKM tadi," imbuh James.
Jika pelaku usaha membutuhkan dana yang lebih besar dari plafon PKE UKM, misal di atas Rp15 miliar, dapat dilakukan penggabungan antara fasilitas PKE UKM dan fasilitas pembiayaan komersil LPEI, asalkan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
"LPEI ingin turut membesarkan UMKM dan berharap UMKM semakin kuat, sehingga bisa mengakses pembiayaan komersial biasa. Jika ingin mendapat akses pembiayaan ini, pelaku usaha UMKM dapat langsung datang ke kantor cabang Askrindo maupun kantor perwakilan LPEI yang terdapat di daerah, namun semua proses permohonan pembiayaan tetap dilakukan di LPEI," jelasnya.
Di luar itu, James memastikan mekanisme kontrol dalam pembiayaan ke UMKM juga diperhatikan, salah satunya mewajibkan UMKM yang mendapat pembiayaan dari LPEI membuka rekening di salah satu bank, terutama bank yang sudah memiliki hubungan baik dengan UMKM tersebut.
LPEI kemudian akan bekerja sama dengan bank yang dipilih UMKM untuk melakukan cash management system, untuk memantau kinerja bisnis. Dengan demikian, mitigasi dan juga pendampingan dapat dilakukan dengan mudah.
James menuturkan bahwa LPEI menaruh perhatian tidak hanya terhadap pelaku UKM berorientasi ekspor, namun juga kepada supplier dari eksportir yang membutuhkan pendanaan melalui skema Supply Chain Financing, di mana produknya akan di ekspor melalui perusaahan lain yang lebih besar.
Ini dimaksudkan agar terjadi sinergi, saling dukung, antar rantai pasok ekspor, sehingga produk Indonesia diharapkan benar-benar mampu memenuhi permintaan pasar ekspor. "Melalui Supply Chain Financing, LPEI berkomitmen turut mendukung kelancaran sinergi rantai ekspor" pungkasnya.
(hrf/bir)