Wakil Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Aviliani menilai pemerintah perlu melakukan penyaluran bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat sambil mendata Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mereka. Hal ini guna menambah basis data perpajakan nasional.
Menurut Avi, langkah ini tak serta merta memberi pemikiran bahwa masyarakat nantinya akan dipungut pajak setelah bansos dinikmati. Pembayaran pajak kepada negara karena sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP) tentu bisa dilakukan ketika ekonomi sudah pulih.
Artinya, ketika masyarakat pun sudah memiliki penghasilan yang normal lagi seperti sebelum masa pandemi virus corona atau covid-19. Penarikan pajak pun tentu akan dilakukan secara adil sesuai penghasilan yang didapat dan ketentuan berlaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena sudah saatnya orang-orang punya NPWP, jadi yang dapat bansos sambil didata. Dengan syarat NPWP ini, saat mereka sudah mulai bekerja, bisa latihan isi SPT," ujar Aviliani saat acara diskusi ISEI, Kamis (10/9).
Tak hanya kepada masyarakat penerima bansos, ia mengatakan syarat penyertaan NPWP juga bisa diberikan kepada penerima insentif bagi dunia usaha. Menurutnya hal ini tetap adil bagi kedua pihak.
Di sisi lain, ia mengingatkan pentingnya basis data pajak bagi penerimaan ke depan. Sebab, salah satu kendala penerimaan pajak yang cukup seret dalam beberapa tahun terakhir, khususnya ketika pandemi corona, adalah karena basis pajak yang minim.
Berdasarkan data DJP, setidaknya hanya ada 42 juta WP pada 2019. Sementara rasio pembayar pajak (tax ratio) sebesar 10,7 persen pada tahun yang sama.
Tak hanya itu, Aviliani menilai data NPWP juga bisa dijadikan referensi ke depan bagi pemerintah dalam membaca struktur ekonomi masyarakat. Hal ini tak lepas dari minimnya data tingkat pengeluaran masyarakat di pemerintah.
"Database untuk strata ekonomi hanya ada untuk orang miskin dan yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Padahal yang di tengah-tengah ini (kalangan menengah) besar," pungkasnya.