Pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 mengalami kontraksi sebesar minus 2 persen. Dengan demikian, Indonesia dipastikan mengalami resesi ekonomi lantaran pada kuartal sebelumnya juga negatif 5,32 persen.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan sejumlah indikator menunjukkan pertumbuhan ekonomi masih akan mengalami kontraksi pada periode Juli-September.
"Bagaimana di kuartal III ini, kalau kita lihat dari data terakhir penerimaan pajak, mobility movement yang bisa dilihat dari Google, kemudian dari aktivitas ekonomi dengan melihat live indicator, kemudian PMI (Purchasing Managers' Index), uang beredar itu memang untuk di kuartal III ini kemungkinannya kita (Indonesia) mengalami kontraksi ekonomi," ujarnya ujarnya dalam diskusi bertajuk Peran Strategis Jasa Keuangan dalam PEN, Selasa (22/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:DPR Cecar BUMN Rugi, Erick Thohir Buka Suara |
Namun, ia menuturkan kontraksi ekonomi pada kuartal III 2020 tidak sedalam penurunan di kuartal II 2020 lalu. Pasalnya, meski sejumlah indikator belum membaik seperti kondisi normal tapi lebih baik dibandingkan tiga bulan sebelumnya.
Ia mencontohkan penjualan motor meningkat pada Agustus yang menunjukkan permintaan konsumen membaik. Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil secara ritel atau dari dealer ke konsumen pada Agustus sebanyak 37 ribuan unit. Jumlah itu naik dibandingkan Juli sebesar 35.799 unit.
Sementara itu, penjualan wholesales atau distribusi dari Agen Pemegang Merek (APM) ke dealer pada Agustus juga membaik yakni dari 25.283 unit di Juli menjadi 37 ribuan unit pada Agustus.
Lalu, penjualan ritel juga membaik meskipun masih minus. Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR) turun 12,3 persen secara tahunan pada Juli 2020. Kontraksi tersebut membaik dari Juni 2020 lalu yakni 17,1 persen. Selanjutnya, bank sentral memprediksi penjualan eceran terus membaik pada Agustus 2020 sebesar minus 10,1 persen.
"Kemudian apakah ini (kontraksi) masih berlanjut apakah lebih parah di kuartal III? Kalau kita lihat indikator ekonomi kita lihat tidak, karena PMI meningkat, kemudian penjualan motor naik pada Agustus ini kemudian indeks keyakinan konsumen dan pertumbuhan penjualan ritel membaik," tuturnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga memastikan Indonesia akan masuk pada jerat resesi. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 dipastikan masih kontraksi.
Secara tahunan, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini minus 0,6 persen hingga 1,7 persen. Proyeksi ini lebih parah dari sebelumnya yang mematok PDB minus 0,2 persen hingga 1,1 persen.
"Ini artinya, negatif kemungkinan terjadi pada kuartal ketiga dan berlangsung pada kuartal keempat yang kita masih upayakan (pertumbuhannya) mendekati nol," ujar Ani, sapaan akrabnya, dalam paparan APBN Kita.
Sementara untuk 2021 nanti, pertumbuhan ekonomi ditargetkan 4,5 persen-5,5 persen. Target ini lebih rendah dari proyeksi institusi asing yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa menyentuh 6 persen.