Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 menjadi Undang-Undang (UU) APBN 2021.
Keputusan diambil dalam rapat paripurna ke-6 masa persidangan I periode 2020-2021 di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Selasa (29/9).
Ketua DPR Puan Maharani menanyakan kepada seluruh fraksi terkait persetujuan pengesahan RAPBN 2021 menjadi UU APBN 2021. Seluruh fraksi pun menjawab setuju.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selanjutnya, kami akan menanyakan kepada 9 fraksi, apakah RUU tentang APBN 2021 dapat disetujui untuk disahkan menjadi uu? Setuju. Kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota apakah RUU tentang APBN 2021 dapat disetujui dan disahkan menjadi uu? Setuju," ujarnya dilanjutkan dengan mengetuk palu.
Sementara itu, Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengatakan sebanyak 8 fraksi menyetujui RUU tentang APBN 2021 untuk disahkan menjadi uu pada rapat paripurna hari ini.
Namun, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menerima dengan catatan. Laporan itu, berdasarkan rapat kerja Banggar DPR dengan pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
"Fraksi PKS menerima dengan catatan sebanyak 27 butir catatan atas RUU APBN 2021 untuk dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan dalam rapat paripurna," tuturnya.
Ia menyampaikan sejumlah catatan dari Fraksi PKS, antara lain Fraksi PKS berpendapat terkait kewenangan pemerintah dalam melakukan refocusing, realokasi, dan pemotongan anggaran perlu dibuat aturan main yang lebih jelas. Dengan demikian, kebijakan tersebut bisa berjalan dengan efektif.
"Hal ini perlu dilakukan agar belanja pemerintah pusat tahun mendatang bisa diukur keberhasilannya, sehingga belanja pemerintah pusat bisa lebih efisien dan efektif dalam meningkatkan pelayanan," kata Said.
Fraksi PKS juga berpendapat dan merekomendasikan agar subsidi listrik pelanggan 450 VA dan 900 VA terus dilanjutkan tahun depan. Fraksi PKS juga menilai pemerintah harus menjamin akses listrik bagi rumah tangga miskin dan rentan miskin.
UU APBN 2021 berisi asumsi ekonomi makro, sasaran dan indikator pembangunan, serta postur APBN 2021 yang sebelumnya sudah disepakati oleh pemerintah dan Banggar DPR dalam rapat kerja.
Asumsi makro yang dimaksud yakni, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen. Target pertumbuhan ekonomi itu berubah dari asumsi dalam RUU APBN 2021 yang diusulkan pertama kali oleh pemerintah yakni 4,5 persen-5,5 persen.
Selanjutnya, tingkat inflasi ditetapkan sebesar 3 persen dan nilai tukar rupiah Rp14.600 per dolar Amerika Serikat (AS).
Selain itu, tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 10 tahun sebesar 7,29 persen per tahun, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) US$45 per barel, lifting minyak bumi 705 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1,007 juta ribu barel setara minyak per hari.
Sementara itu, sasaran dan indikator pembangunan yang disepakati meliputi, tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,7 persen- 9,1 persen, tingkat kemiskinan 9,2 persen-9,7 persen, tingkat ketimpangan atau indeks gini ratio 0,377-0,379, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di level 72,78-72,95.
Kemudian, Nilai Tukar Petani (NTP) ditetapkan pada rentang 102-104 dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) di kisaran 102-104.
Berikut asumsi ekonomi makro, sasaran dan indikator pembangunan, serta postur APBN 2021 dalam UU APBN 2021:
Asumsi ekonomi makro
Pertumbuhan ekonomi: 5 persen
Inflasi: 3 persen
Nilai tukar rupiah: Rp14.600 per dolar AS
Suku bunga SBN 10 tahun: 7,29 persen per tahun
Harga minyak mentah Indonesia (ICP): US$45 per barel
Lifting minyak: 705 ribu barel per hari
Lifting gas bumi: 1.007.000 barel setara minyak per hari
Sasaran dan indikator pembangunan 2021
Tingkat pengangguran terbuka : 7,7 persen sampai 9,1 persen
Tingkat kemiskinan: 9,2 persen -9,7 persen
Tingkat ketimpangan (indeks gini ratio): 0,377-0,379
Indeks Pembangunan Manusia (IPM): 72,78-72,95
Nilai Tukar Petani (NTP): 102-104
Nilai Tukar Nelayan (NTN): 102-104
Postur APBN
Pendapatan negara:Rp1.743,65 triliun
Terdiri dari
Penerimaan perpajakan: Rp1.444,54 triliun
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Rp298,20 triliun
Penerimaan hibah: Rp900 miliar
Belanja negara: Rp2.750 triliun
Terdiri dari
Belanja pemerintah pusat: Rp1.954,5 triliun
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD): Rp795,5 triliun
Defisit anggaran: Rp1.006,38 setara 5,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
(ulf/bir)