Menteri BUMN Erick Thohir akan membubarkan 14 BUMN. Ia pun telah memetakan 14 perusahaan pelat merah yang akan dibubarkan. Tetapi, belum ada pengumuman lebih lanjut terkait perusahaan-perusahaan tersebut.
Meski demikian, Staf Menteri BUMN Arya Sinulingga sempat menyebut beberapa perusahaan yang masuk dalam kategori sakit keras dan berpotensi jadi pasien PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA. Salah satunya adalah PT Merpati Airline.
"Merpati, misalnya, sampai sekarang masih hidup dan kita enggak bisa apa-apain," kata Arya dalam diskusi virtual yang digelar Matangasa Institute beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, kejayaan Merpati Nusantara Airlines meredup akibat hantaman krisis moneter pada 1997 silam. Dampaknya maskapai itu memangkas sejumlah rute dan mengurangi armada mereka.
Tekanan keuangan perusahaan, beban utang serta hadirnya maskapai-maskapai baru kian memperberat langkah Merpati Nusantara Airlines untuk masuk dalam fase pemulihan di awal 2000-an.
Puncaknya, maskapai tersebut menghentikan operasional mereka sejak 1 Februari 2014. Kini, Merpati Nusantara Airlines hanya menyisakan bisnis Maintenance Repair and Overhaul (MRO), Training Center dan kargo.
Selain Merpati, Arya juga menyebut dua perusahaan lain, seperti PT Kertas Kraft Aceh (KKA) dan PT Industri Gelas.
Kertas Kraft merupakan perusahaan yang memproduksi kertas kantong semen dan pernah menjadi tempat bekerja presiden Joko Widodo. Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com sejak 2007 silam, operasional perusahaan terkendala akibat terhentinya pasokan bahan baku.
Hingga kini pabrik kertas KKA masih mati suri. Saat ini, perusahaan masih berada dalam proses restrukturisasi atau penyehatan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Sama seperti Kertas Kraft, PT Industri Gelas atau Iglas juga kini menjadi pasien PT PPA. Sepinya order membuat perusahaan itu terus mengalami keterpurukan dan pabriknya sudah tak lagi berproduksi sejak tahun 2015.
Merujuk laporan PPA, pada tahun 2008, aset PT Iglas hanya Rp 188,69 miliar, sedangkan utangnya mencapai Rp 318,99 miliar. Perusahaan mencatatkan rugi sebesar Rp 86,26 miliar.
Kemudian pada tahun 2017, asetnya susut menjadi Rp119,87 miliar, sementara beban utang Rp1,09 triliun, ekuitas minus Rp 977,46 miliar, pendapatan Rp 824 juta, dan rugi bersih Rp 55,45 miliar.
Selain tiga perusahaan tersebut, dalam beberapa kesempatan Menteri BUMN Erick Thohir juga sempat menyinggung beberapa perusahaan lain. Beberapa di antaranya adalah PT Survai Udara Penas, PT Garuda Tauberes dan PT Kertas Leces.
Survai Udara Penas merupakan perusahaan yang sejak 2012 ditempatkan oleh Kementerian BUMN di PT PPA. Dengan pemberian hak subtitusi, PT PPA diminta melakukan restrukturisasi dan/atau revitalisasi pada Survei Udara Penas, kecuali menerima dividen bagi negara.
Kendati berada di bawah restrukturisasi PPA, kinerja BUMN ini tak juga kunjung membaik. Data terakhir yang dipublikasikan Kementerian BUMN pada 2012-2016 menunjukkan perusahaan selalu merugi pada periode tersebut. Total ekuitas perusahaan bahkan tercatat selalu negatif.
Tak jauh berbeda dengan Survai Udara Penas, Kertas Leces juga jadi pasien PT PPA. Setelah cukup lama terlilit masalah keuangan, perusahaan pelat merah ini diputus pailit alias bangkrut oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada 25 September 2018.
Usai diputus pailit, aset perusahaan harus dijual untuk menutup kewajiban yang harus dibayarkan ke kreditur. Namun, PPA sempat tak terima karena merasa tidak mendapat jatah semestinya dari salah satu aset yang dilepas.
Sementara PT Garuda Tauberes merupakan anak usaha Garuda Indonesia yang berfokus pada usaha digital di bidang logistik, mencakup pengiriman paket dan jasa kargo pesawat. Kendati demikian hingga kini perusahaan tersebut belum beroperasi penuh dan dianggap hanya membebani induk usaha.
Selain perusahaan-perusahaan tersebut, ada pula PT Pengembangan Armada Niaga Nasional atau PT PANN (Persero), PT Industri Sandang Nusantara PT Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, dan PT Industri Kapal Indonesia yang sempat disebut Erick sebagai perusahaan sakit keras.
Namun, hingga saat ini tak satupun yang terkonfirmasi akan dilikuidasi. Sekertaris Perusahaan PT PPA menuturkan hingga saat ini masih menunggu arahan dari Kementerian BUMN terkait daftar 14 perusahaan yang akan dibubarkan atau dilikuidasi.
"Sampai saat ini kami belum ada arahan pemegang saham lebih lanjut pak. Jadi kami belum dapat memberikan informasi lebih," ujarnya saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com.
(hrf/bir)