Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan penerimaan negara masih menghadapi tantangan berat dalam jangka menengah atau periode 2021 hingga 2024.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan kondisi tersebut tidak lepas dari dampak pandemi covid-19, sehingga ekonomi butuh waktu untuk pulih.
"Kami juga menghadapi tantangan besar dari sisi penerimaan negara tahun ini dan beberapa tahun ke depan. Oleh sebab itu, kami akan melakukan reformasi fiskal untuk meningkatkan penerimaan negara," ujarnya dalam acara joint webinar Perpajakan Kemenkeu dan OECD, Kamis (1/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan bahan paparan Febrio, penerimaan negara diprediksi cenderung stagnan hingga 2024. Pada 2021, penerimaan negara diprediksi sebesar 9,86 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kemudian, pertumbuhannya cenderung stagnan di 2022 menjadi 9,95 persen-10,47 persen dari PDB, lalu 10,06 persen-10,49 persen dari PDB di 2023, dan 10,16 persen-10,59 persen di 2024.
Kondisi serupa masih terjadi pada sejumlah indikator lainnya, meliputi rasio pajak dan rasio utang terhadap PDB. Ia mengungkapkan rasio pajak diprediksi turun tajam karena pemerintah menggelontorkan dana untuk insentif pajak.
Bahkan, ia memprediksi rasio pajak berada di bawah 8 persen akibat pemberian insentif pajak. Prediksi itu, membuat peringkat rasio pajak Indonesia menjadi paling bawah dibandingkan negara-negara berkembang (emerging economy).
"Kami membutuhkan diskusi bagaimana meningkatkan rasio pajak. Dalam jangka menengah, kami menghadapi tantangan besar seperti yang sudah kami lihat ada perekonomian di 2020 dan mungkin masih akan berlanjut di 2020," imbuhnya.
Berdasarkan data paparan Febrio, rasio pajak diprediksi berada di posisi 8,18 persen di 2021. Namun turun menjadi 7,75 persen-7,97 persen di 2020. Dua tahun berikutnya, rasio pajak diperkirakan masih di bawah 8 persen yaitu 7,76 persen-7,99 persen di 2023 dan 7,86 persen-8,09 persen di 2024.
Namun, ia meyakini defisit anggaran bisa membaik kembali di bawah 3 persen di 2024. Posisi defisit anggaran melebar tahun ini mencapai 6,3 persen dari PDB karena belanja pemerintah melonjak untuk penanganan covid-19.
"Tahun ini, defisit fiskal diprediksi 6,3 persen dan kami berharap turun menjadi 5,7 persen tahun depan. Tapi dalam jangka menengah defisit harus kembali di bawah 3 persen," tuturnya.
Rinciannya, defisit anggaran ditargetkan berada di posisi 3,8 persen-4,25 persen dari PDB di 2022, lalu 2,35 persen-2,85 persen di 2023, dan 2,19 persen-2,55 persen di 2024.
Sejalan dengan itu, rasio utang terhadap PDB juga bisa ditekan. Detailnya, 41,09 persen dari PDB di 2021, 41,52 persen-42,65 persen di 2022, 41,22 persen-42,14 persen di 2023, dan 40,78 persen-41,31 persen di 2024.
Ia menuturkan pemerintah berhasil melakukan disiplin fiskal sehingga rasio utang terhadap PDB terjaga pada posisi sekitar 20 persen sebelum covid-19. Bahkan, ia menyatakan rasio utang terhadap PDB Indonesia lebih baik dibandingkan sejumlah negara lain.
"Hasilnya, rasio utang sebesar 20 persen dari PDB memberikan kami ruang fiskal untuk merespon covid-19 dan dampaknya pada perekonomian di 2020 dan 2021," ujarnya.