Nasabah produk JS Saving Plan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menyatakan keberatan dengan skema pembayaran polis secara dicicil. Mereka meminta pemerintah membayar polis mereka secara penuh dan tanpa potongan.
Salah satu nasabah, Ivander (31) mengungkapkan alasan keberatannya lantaran saat menempatkan investasi dulu, nasabah juga diminta menyetor secara penuh.
"Kalau untuk hal tersebut kami sebenarnya keberatan, karena pada saat penempatan uang investasi kami tidak boleh dicicil dan langsung sesuai amount (jumlah) yang ada di polis kami," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika terpaksa harus dicicil, lanjutnya, ia meminta pemerintah dan Jiwasraya memberikan skema cicilan secara detail dan jelas kepada nasabah.
Ia juga menggarisbawahi jika cicilan tersebut hendaknya tidak memberatkan nasabah dalam kurun waktu lama.
"Harus sesegera mungkin dapat dilunasi yang menjadi tanggung jawab Jiwasraya terhadap polis-polis nasabah," imbuhnya.
Pemerintah sendiri bakal menyuntikkan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI sebesar Rp22 triliun untuk menangani kasus gagal bayar Jiwasraya.
Nantinya, pemerintah menggunakan skema bail-in dalam penanganan Jiwasraya. Untuk diketahui, skema bail-in merupakan cara menyelesaikan permasalahan perusahaan menggunakan sumber pendanaan dari dalam perusahaan itu sendiri yang berasal dari pemegang saham.
Menanggapi suntikan modal tersebut, Ivander berharap semua institusi terkait bisa bertindak cepat menyalurkan dana tersebut kepada nasabah.
Pasalnya, ia menyatakan tunggakan Jiwasraya kepada nasabah sudah terlalu lama, sejak 2018 lalu. Terlebih, kondisi ekonomi saat ini tengah tertekan sehingga nasabah sangat membutuhkan dana mereka.
"Kami sangat butuh dana tabungan kami, yang kami percayakan ke negara. Saya sebagai warna negara kecewa terhadap yang terjadi dengan Jiwasraya, karena dalam hal ini kami sangat dirugikan sekali," ucapnya.
Meski pemerintah telah mengumumkan PMN, tetapi ia mengaku hingga saat ini belum mendapatkan pemberitahuan resmi dari Jiwasraya. Termasuk, rencana perseroan memanggil nasabah untuk membicarakan proses restrukturisasi polis nasabah.
Sebelumnya, pemerintah berencana mengalihkan polis nasabah Jiwasraya kepada perusahaan asuransi baru bernama IFG Life secara perlahan. Nantinya, IFG Life berada di bawah BPUI.
"Kalau saya pribadi belum ada panggilan atau konfirmasi mengenai penyelesaiannya oleh pihak Jiwasraya dan bank," tuturnya.
Senada, Machril (66) juga mengaku belum mendapatkan informasi dari Jiwasraya terkait restrukturisasi polis. Ia mengaku pihak Jiwasraya tidak pernah menghubungi sama sekali untuk menginfokan perkembangan penanganan Jiwasraya.
"Belum ada (info), katanya awal November tapi tidak pernah dihubungi. Padahal, dari awal kami sudah minta dikasih akses supaya bisa hubungi tim karena kan yang diurus uang kami juga," ucapnya.
Ia mengaku selama ini mendapatkan informasi hanya dari media. Termasuk, rencana pemerintah mencicil pembayaran kepada nasabah saving plan. Menanggapi rencana itu, ia terang-terangan mengaku keberatan.
"Keberatan lah (dicicil). Kalau kami bisnis normal saja, bukan dengan pemerintah tidak boleh, kan sudah ada ikatan perjanjian," katanya.
Selain itu, ia meminta pemerintah membayarkan polis tersebut sesuai dengan nilai kesepakatan awal, tanpa potongan. Ia berharap pemerintah tidak melakukan diskriminasi antara pemegang polis tradisional dan saving plan.
"Sudah lebih dari jatuh tempo, kemudian dicicil, lalu kalau mau cash (tunai) dipotong, itu kan tidak boleh. Kami minta dibayar penuh tanpa potongan, harus sesuai dengan imbal hasil kemarin," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyebut pembayaran polis tradisional diselesaikan dalam bentuk penyesuaian manfaat polis yang diterima oleh pemegang polis.
Sementara itu, pengembalian polis saving plan akan diberikan sepenuhnya atau 100 persen dengan cara dicicil bertahap, setiap akhir tahun tanpa bunga. Cicilan itu dilakukan dalam jangka waktu yang panjang.
"Namun, apabila ingin menghendaki jangka waktu yang lebih pendek, tentu cicilan akan berubah dan ada penyesuaian atau 'haircut' terhadap nilai tunai," ujar Hexana.
(ulf/bir)