Amelia (23) terkejut menonton siaran berita yang menayangkan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin (5/10).
Amel merasa 'sakit hati'. Ia kecewa lantaran haknya sebagai seorang pekerja tak diperjuangkan baik oleh pemerintah maupun anggota dewan. Dengan mudahnya palu diketuk sebagai tanda pengesahan RUU yang bakal mengancam keberlangsungan hidup jutaan buruh atau pekerja.
"Gua sakit hati banget ini, padahal mereka tahu banyak yang menolak," katanya mencurahkan isi hatinya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (6/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai seorang pekerja kontrak di sebuah perusahaan swasta, Amel merupakan salah satu pekerja yang akan terkena imbas pengesahan beleid tersebut. Ia khawatir tak akan pernah diangkat sebagai karyawan tetap karena perubahan aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Sebelumnya, pada Pasal 59 poin 1 UU Ketenagakerjaan disebutkan jika PKWT hanya dibuat untuk pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu paling lama 3 tahun.
Jika demikian, Amel dan jutaan pekerja lainnya berpotensi tak pernah menerima jaminan pensiun dan kesehatan. Ini jelas bertentangan dengan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat kecil.
"Gua sebagai pekerja jelas banget dirugikan sama kluster ketenagakerjaan. Udah gua bukan pegawai tetap pula, entah kapan jadi pegawai tetap. Kalau pun jadi pegawai tetap pesangon gua dipotong pula," imbuh Amel.
Amel juga mempertanyakan dikebutnya pengesahan RUU Ciptaker. Ia melihat kejanggalan karena tujuan dari Omnibus Law Ciptaker ialah untuk mempermudah investasi masuk ke Indonesia.
Sementara, investasi masih seret di tengah pandemi. Tak ayal, ia menilai pengesahan omnibus law hanya akan merampas hak pekerja yang terancam di-PHK.
Melihat poin-poin dalam RUU tersebut, ia berkesimpulan bahwa omnibus law tak berpihak kepada rakyat kecil seperti dirinya, melainkan korporasi yang kian diringankan bebannya.
Keluhan senada juga dilontarkan Disty, seorang pekerja kontrak di firma yang bergerak di bidang riset dan marketing. Dia menilai pengesahan RUU Ciptaker akan merugikan pekerja kecil, baik di sektor formal mau pun nonformal.
Jika dulu hanya pekerja nonformal yang tak terlindungi hak-haknya, kini, hal sama juga akan terjadi pada pekerja sektor formal. Sebab, undang-undang tak lagi melindungi hak pesangon pekerja atau kejelasan kontrak.
Disty mengaku tak menyangka RUU akan disahkan pada Senin kemarin. Pasalnya, jauh sebelum pandemi RUU juga sudah digodok namun terus molor.
Di saat berbagai negara lainnya sibuk berusaha mengatasi penyebaran covid-19, pemerintah dan DPR malah buru-buru menuntaskan pembahasan RUU Ciptaker.
Ia merasa miris melihat perubahan yang ada. Dari kacamatanya, pemerintah hanya melihat pekerja sebagai angka. Seolah yang paling penting adalah berapa banyak jumlah pekerja yang bisa diserap oleh investasi baru yang masuk.
Sementara, nilai pekerja sebagai sumber daya manusia (SDM) seakan tak lagi ada harganya. Menurut dia, tunjangan-tunjangan yang selama ini dijamin dalam UU Ketenagakerjaan merupakan kompensasi dari nilai dan budaya kerja yang merupakan bagian dari pengembangan SDM.
Jika dihapus, ia cemas nilai pekerja hanya akan dilihat sebagai angka dalam laporan dan pencapaian pemerintah.
Lebih lanjut, loyalitas merupakan salah satu budaya kerja di Indonesia yang terancam hilang karena RUU tersebut. Tak ada lagi pemecut agar pekerja bekerja secara maksimal di sebuah perusahaan jika hak pesangon akan dikurangi.
Disty menilai RUU Ciptaker lebih mengakomodasi kebutuhan pengusaha. Hal ini dibuktikan dengan dipermudahnya Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk masuk ke RI.
Ketentuan itu diatur dalam Pasal 81 poin 4 hingga 11 UU Ciptaker yang mengubah dan menghapus sejumlah aturan tentang pekerja asing dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Meski tak berdaya, Disty berharap pemerintah bisa mengubah poin-poin yang dinilai merugikan pekerja tersebut.
"Kalau bisa diubah, didengarkan dulu keluhannya, kan sekarang masih terlalu awal untuk efektif dan memberikan banyak manfaat. Tapi mudah-mudahan di satu titik bisa direvisi," harapnya.