Belakangan ini memelihara tanaman menjadi kegiatan yang semakin populer, terlebih di kalangan urban. Mereka yang tak memiliki cukup lahan di rumah banyak menjatuhkan pilihan pada sukulen.
Berukuran mungil, sukulen mudah membuat hati terpikat karena bentuk unik dan beragam. Tiga sekawan Ado, Bayu, dan Nevi melihat peluang bisnis itu dan memutuskan mendirikan Abane Succulent. Mereka menjual sukulen-sukulen itu untuk jadi souvenir pernikahan, wisuda, merayakan kelahiran, ulang tahun, atau sebagai koleksi.
Abane mengemas sukulen dalam gelas kaca yang sudah diberi sekam, ditutup bebatuan kecil berwarna-warni atau pasir Bali. Untuk menambah estetika, tim Abane membuat kartu adopsi yang menjelaskan informasi nama sukulen, sehingga pemiliknya akan tergerak untuk merawat dengan sungguh-sungguh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sukulen gampang di-maintenance. Biasanya kalau orang urban kan males nyiram, enggak sempat atau kelupaan. Sukulen ini cuma seminggu sekali saja disiram," kata Bayu Adi Nugraha Putra, salah satu pemilik Abane Succulent.
Menurut Bayu, ada varian sukulen yang hanya butuh diberi air satu kali saja dalam sebulan. Hal itu disebabkan karena sukulen berkarakter menyimpan banyak air.
Bayu memaparkan, sejak 2018 Abane mulai memasarkan sukulen melalui media sosial seperti Instagram dan Facebook, juga di berbagai e-commerce. Abane pun kerap mengikuti pameran, serta melakukan titip jual di wilayah Bandung, Jawa Barat. Sebelum pandemi, bisnis ini bisa meraup omzet sampai Rp80 juta per bulan.
Namun pandemi yang membatasi segala kegiatan yang dihadiri banyak orang seperti pernikahan dan wisuda menyurutkan omzet itu. Mendapati penurunan drastis omzet sampai Rp10 juta, personel tim Abane harus putar otak. Salah satu langkah yang diambil adalah mengganti gelas kaca sebagai media tanam menjadi pot plastik.
Mengetahui kehadiran program #BeliKreatifLokal yang diinisiasi oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Abane segera mendaftarkan diri. Program tersebut mendorong peningkatan brand awareness Abane Succulent pada target pasar yang tepat, yakni milenial.
"Yang didapat, mentoring. Terus, kita dikasih budget iklan di Facebook dan Instagram, per brand dapat beberapa kali tayang. Terus juga fasilitas HKI (Hak Kekayaan Intelektual)," kata Bayu seraya mengakui dirinya memperoleh ilmu lebih dari program #BeliKreatifLokal.
Kini, Abane Succulent gencar meningkatkan kanal distribusi daring seperti titip jual di sejumlah kafe, serta merancang produk lain berbasis gaya hidup ramah lingkungan sebagai diversifikasi produk. Mereka juga berkolaborasi dengan beberapa lembaga dan memberikan sebagian keuntungan kepada masyarakat yang terdampak pandemi.
Konsumen Abane Succulent, Mail menilai usaha tersebut memiliki nilai lebih pada gaya hidup ramah lingkungan, karena melengkapi produk dengan informasi lanjutan. Ia berharap, Abane Succulent bisa memberi fasilitas lebih, misalnya lewat video cara perawatan.
Bayu sendiri menyebut optimis, Abane Succulent bakal lebih diterima pasar karena bersifat ramah lingkungan. Ia melihat masa sulit saat ini sebagai tantangan untuk bertahan, dan memilih efisiensi, eksistensi, dan inovasi sebagai strategi mengatasi pandemi.
(rea)