Pengusaha soal PSBB Transisi: Tak Buat Tempat Makan Diserbu

CNN Indonesia
Senin, 12 Okt 2020 10:45 WIB
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, pengusaha menilai izin makan di tempat tidak akan signifikan mendorong kedatangan konsumen.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, pengusaha menilai izin makan di tempat tidak akan signifikan mendorong kedatangan konsumen. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah DKI Jakarta memberikan izin bagi pengusaha restoran dan kafe untuk memberikan layanan makan di tempat (dine in) dengan protokol kesehatan ketat selama PSBB transisi. Namun, pengusaha menilai pelonggaran tersebut tak serta merta membuat konsumen berkunjung makan di tempat.

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyebut berkaca dari PSBB transisi pertama, di mana izin dine in tidak signifikan mendorong kedatangan konsumen.

"Kondisi PSBB transisi kemarin dengan dibukanya dine in, demand (permintaan) tumbuh kecil. Jadi, tidak seperti yang dibayangkan langsung konsumen menyerbu ke tempat (makan)," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (12/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai gambaran, saat PSBB transisi pertama pemerintah membatasi kunjungan ke pusat perbelanjaan hanya 50 persen-60 persen dari kapasitas. Pun dari jumlah tersebut, jumlah kunjungan konsumen ke pusat perbelanjaan hanya sekitar 30 persen.

"Artinya, calon pengunjung yang masuk ke dalam kuliner di dalam mal juga sedikit, otomatis tumbuhnya kecil sekali. Naiknya masih sekitar satu digit, masih terlalu kecil, 10 persen sampai 20 persen itu paling banyak," tuturnya.

Menurutnya, kondisi tersebut disebabkan masyarakat masih khawatir penyebaran pandemi covid-19, sehingga memutuskan untuk menahan aktivitasnya di luar rumah. Di sisi lain, bisnis restoran sangat membutuhkan interaksi dan pergerakan orang.

Ia menambahkan dampak larangan layanan dine in dalam PSBB ketat jilid II mengakibatkan kerugian besar bagi pengusaha resto, bahkan sejumlah pengusaha terpaksa gulung tikar, atau tutup selamanya. Namun, ia mengaku masih mendata jumlah kerugian maupun pengusaha restoran yang gulung tikar tersebut.

Sebab, ia menuturkan jika kekuatan pengusaha restoran untuk bertahan di tengah covid-19 rata-rata 6 bulan. Kondisi ini bergantung pada kapasitas pengusaha karena meskipun tutup, mereka harus membayar kewajiban lainnya, seperti pajak, listrik, dan sebagainya.

"Kalau dari sektornya, UMKM itu sudah maksimum bertahan kalau mereka hidup hanya dengan subsidi itu tahannya hanya segitu (6 bulan). Kalau yang besar pun, lebih dari 1 tahun tidak bisa, kondisi 8 bulan saja sudah banyak yang chaos (ricuh)," tuturnya.

Untuk diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperbolehkan restoran melayani dine in dengan jam operasional 06.00 WIB hingga 21.00 WIB. Namun, jarak antar meja dan kursi harus diatur minimal 1,5 meter kecuali untuk satu domisili.

Selain itu, alat makan-minum juga harus disterilisasi secara rutin dan pelayan wajib memakai masker, face shield, serta sarung tangan. Sedangkan restoran, kafe, dan rumah makan yang memiliki Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) juga dibolehkan menggelar live music asalkan konsumen duduk di kursi masing-masing, tidak berdiri, atau melantai serta tak menimbulkan kerumunan.

[Gambas:Video CNN]



(ulf/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER