Gelisah Pekerja soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan Korban PHK

CNN Indonesia
Rabu, 14 Okt 2020 17:49 WIB
Sejumlah pekerja mengaku ragu dengan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Keraguan mereka sampaikan terkait iuran dan pelatihan kerja yang dijanjikan.
Sejumlah pekerja khawatir program Jaminan Kehilangan Pekerjaan akan memberikan beban baru ke mereka. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah mempersiapkan program baru bagi pekerja yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bernama Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program tersebut diatur di Pasal 46A UU Cipta Kerja yang merevisi UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Dalam aturan baru itu disebutkan jika pekerja atau buruh yang mengalami PHK berhak mendapatkan JKP melalui BPJS Ketenagakerjaan.

Manfaat JKP berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja yang diberikan kepada peserta dengan masa kepesertaan tertentu. Untuk uang tunai, diberikan paling banyak 6 bulan upah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk modal awal, pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp6 triliun untuk program JKP. Selanjutnya, sumber pendanaan JKP berasal dari rekomposisi iuran program jaminan sosial dan dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.

Namun, banyak tanda tanya dan keraguan kaum pekerja terhadap pelaksanaan program tersebut. Tanya salah satunya berkaitan dengan dana program.

Seorang karyawan swasta bernama Nadia (27) misalnya, bertanya soal iuran program itu. Kalau iuran nantinya dibebankan ke pekerja, ia cukup keberatan.

Pasalnya, gaji pekerja sepertinya saat ini sudah banyak dipotong, antara lain untuk iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

[Gambas:Video CNN]

"Kan pemerintah bilang tidak bakal membebani pekerja dan pengusaha. Kalo ada iuran lagi kan itu membebani pekerja. Mau dipotong berapa lagi gaji ini, tidak setuju," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (14/10).

Selain masalah iuran, keraguan ia juga sampaikan terkait manfaat akses informasi pasar dan pelatihan kerja.

Keraguan ia sampaikan berkaca pada pelaksanaan program Kartu Prakerja yang menurut pengamatannya belum jelas dampaknya.

"Aku pikir sistem ini perlu dibuat matang. Sampai sekarang juga pelatihan melalui Kartu Prakerja belum keliatan apa dampaknya," ujarnya.

Senada dengan Nadia, pekerja media bernama Dedi (25) mengatakan sebenarnya menyetujui jika pesangon diberikan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, mekanisme itu ia nilai lebih transparan.

Meski demikian, ia berharap rencana itu dijalankan dengan matang, baik dari sisi pelaksanaan program maupun anggarannya.

Kajian matang juga ia minta dilakukan terhadap program pelatihan yang rencananya diberikan dalam program tersebut. Ia mengatakan sekarang ini sudah banyak pelatihan yang bisa diakses masyarakat atau pekerja dari internet secara gratis.

Oleh karena itulah, ia meminta pemerintah memperhatikan itu semua supaya program pelatihan yang dilakukan tidak membuang uang dan tidak jelas manfaatnya bagi pekerja.

"Lagipula sekarang masyarakat bisa belajar gratis lewat Youtube atau saluran lain yang jauh lebih bermanfaat dan fleksibel," ujarnya.

(agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER