Kementerian ESDM mengatakan Indonesia butuh sekitar 10 ribu mega watt (MW) untuk mencapai target pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) pada bauran energi nasional agar mencapai 23 persen pada 2025.
Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Haris Yahya bilang dari jumlah tersebut, pihaknya memperkirakan hanya bisa dipenuhi sebesar 2.500 MW. Pasalnya, selama 4 tahun terakhir tambahan kapasitas EBT terpasang hanya sekitar 400 MW-500 MW per tahun.
"Dengan demikian, memang diperlukan effort (usaha) yang lebih besar lagi untuk bisa mencapai target yang disebutkan itu, sampai kira-kira kami bisa tambah sekitar 10 ribu MW lagi," ungkapnya dalam acara Tempo Energy Day 2020, Kamis (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu strategi yang disiapkan pemerintah, ia melanjutkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang EBT. Dalam perpres yang tengah dibahas tersebut, pemerintah menerbitkan sejumlah aturan yang membuat iklim investasi EBT di Indonesia lebih menarik.
Salah satu hal utama yang diatur dalam Perpres tentang EBT, yakni terkait harga. Ia menuturkan dalam perpres tersebut harga listrik EBT ditetapkan melalui beberapa mekanisme. Salah satunya adalah feed in tariff.
"Feed in tariff ini adalah harga yang sudah ditetapkan dalam perpres nanti, sehingga tidak ada negosiasi. Jadi, memudahkan untuk pembangkit sampai dengan 5 MW," jelasnya.
Masih terkait harga, pemerintah juga memasukkan faktor lokasi dalam penentuan harga tersebut. Jadi, harga listrik EBT di satu lokasi bisa berbeda dengan wilayah lainnya.
"Misalnya di Jawa, harganya itu akan beda kalau dipasang di Papua, lebih tinggi di Papua, menyesuaikan lokasi di sana," imbuhnya.
Selain itu, pemerintah juga mengatur pemberian insentif secara lebih spesifik melalui 11 kementerian/lembaga (K/L).
Harapannya, masing-masing K/L tersebut bisa membuat kebijakan yang mendorong penggunaan EBT sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Ia berharap Perpres tentang EBT ini bisa mendorong pemanfaatannya di Indonesia. Pasalnya, potensi EBT di Indonesia mencapai 400 ribu MW, tapi baru dimanfaatkan sekitar 2,5 persen saja atau sekitar 10.400 MW.
"Pengaturan mengenai harga EBT ini diangkat menjadi perpres dengan harapan semua akan melaksanakan sesuai dengan hal yang diatur dalam perpres nanti," tuturnya.