Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menyinggung soal pemilihan presiden (Pilpres) 2024 terkait dengan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2021.
Saat ditanya mengenai apakah keputusan mengerek naik upah minimum pada 2021 berkaitan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Hariyadi justru menyinggung Pilpres 2024 dengan nada bercanda.
"Kalau mereka itu, rasanya sih tidak Pilkada (tapi) mau Pilpres 2024. Saya tidak ke sana lah ya, kalau seingat saya nama-nama ini adalah nama yang muncul di polling-polling yang akan kompetisi di 2024, tapi saya tidak tahulah, saya tidak bisa menjawab pertimbangan tersebut," ujarnya dalam konferensi pers Apindo tentang Pernyataan Sikap Apindo Terhadap Penetapan Upah Minimum 2021, Senin (2/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Anies soal UMP DKI 2021: Jakarta Ingin Adil |
Diketahui, empat provinsi menyatakan tidak mengikuti keputusan Menteri Ketenagakerjaan. Meliputi, Jawa Tengah menetapkan upah minimum 2021 naik 3,27 persen, DKI Jakarta 3,27 persen bagi perusahaan tidak terdampak covid-19, DI Yogyakarta naik 3,54 persen, dan Jawa Timur naik 5,65 persen.
Hariyadi mengaku menyesalkan keputusan provinsi tersebut menaikkan upah minimum karena tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan serta justru kontradiktif dengan kondisi saat ini.
Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 Tentang Pengupahan maka upah minimum ditetapkan dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional. Pada kuartal II 2020 lalu, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi justru minus 5,32 persen.
Sedangkan, inflasi juga rendah yakni sebesar 0,07 persen (month to month/mtm) pada Oktober 2020 lalu.
"Kalau ditambahkan masih minus 3 persen, tentunya tidak mungkin kalau pakai formula minus, yang ada bukan upah naik tapi malah turun, sehingga rekomendasinya upah tetap," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Apindo Bagian Ketenagakerjaan Subchan Gatot mengaku khawatir kenaikan upah tersebut memicu tambahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ia mengatakan jika pengusaha saat ini tengah bertahan agar perusahaan tidak tumbang sehingga memicu pemangkasan karyawan.
"Yang kami khawatirkan kalau terjadi kenaikan dipaksakan akan terjadi gelombang kedua PHK, padahal kami tidak ingin itu terjadi," katanya.