"Alhamdullilah," ujar Fadil penuh syukur saat menerima kabar program restrukturisasi kredit diperpanjang setahun hingga Maret 2022 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Seketika hati Fadil terasa longgar menyadari ia masih dapat menggunakan fasilitas dari OJK untuk memperpanjang penangguhan kredit usahanya yang dijadwalkan berakhir pada Oktober 2020.
Pria berusia 27 tahun tersebut sempat kalang kabut mencari dana untuk membayar kredit usaha event organizer-nya, yang sejatinya harus kembali dibayarkan pada November ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai sekarang pun ia mengaku bingung ke mana harus mencari uang untuk membayar pokok dan bunga cicilan yang sudah 6 bulan terakhir ditangguhkan.
Fadil menilai perpanjangan relaksasi memberikan 'napas' untuk bisnis EO-nya yang sudah terseok-seok akibat pandemi covid-19. Maklum, sejak covid-19 masuk RI, baik pemerintah pusat maupun daerah, melarang perkumpulan massal yang kental terjadi di setiap hajatan.
Bisnis keluarganya yang telah berdiri sejak 15 tahun silam pun babak belur. Ia bahkan sempat menutup usahanya beberapa bulan karena sepinya permintaan.
Selama nihil penghasilan, Fadil harus menguras tabungannya untuk bertahan hidup dan terpaksa merumahkan belasan karyawannya. Pandemi menyadarkan Fadil akan 'remehnya' permasalahan yang selama ini menghadang bisnisnya.
"Baru Agustus kemarin bisa buka lagi. Berat, berat sekali," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (4/11).
Pun perlahan mulai bangkit, namun ia bilang pendapatannya saat ini kurang dari setengah bulan-bulan biasanya. Usahanya saat ini sekadar cukup membayar biaya operasional bisnis, termasuk gaji beberapa karyawan yang masih dipertahankannya.
Fadil bergidik ngeri membayangkan nasibnya jika harus mulai membayar kredit di bank bulan depan dengan pendapatannya saat ini. Tak hanya bertanggungjawab memastikan bisnisnya tak gulung tikar, ia juga harus mengisi periuk di rumah dan membiayai sekolah anaknya.
"Sangat membantu bila restrukturisasi penundaan pembayaran kredit diperpanjang karena akibat covid-19 ini belum 100 persen pulih. Uangnya bisa untuk saya belanjakan biaya sehari-hari," jelasnya.
![]() |
Sandya W, pengusaha backdrop wedding di Malang, Jawa Timur, juga mengaku lega dengan kebijakan OJK memperpanjang penundaan pembayaran kredit masyarakat. Sebab, ia kepepet memenuhi sederet syarat yang diminta bank untuk relaksasi KPR di salah satu bank BUMN.
"Saya baru tahu sekitar Juli, saya ke bank meminta kejelasan. Akhirnya, baru Agustus saya memenuhi semua syarat dan mengisi formulir, namun saya hanya diberi waktu 3 bulan. Padahal, saya sudah tidak punya pemasukan sama sekali, saya minta perpanjangan," katanya.
Beruntung, lanjutnya, OJK memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit yang akhirnya ia gunakan sebagai modal untuk memohon perpanjangan ke bank.
"Sekarang masih dalam pertimbangan bank. Saya minta setahun lah atau paling tidak enam bulan. Saya benar-benar baru mulai usaha lagi September," jelasnya.
Diketahui, OJK menegaskan akan memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun hingga Maret 2022.
Sebelumnya, OJK menetapkan kebijakan relaksasi lewat POJK No.11/POJK.03/2020 terkait Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease, dan hanya berlaku sampai 31 Maret 2021.
Perpanjangan penundaan pembayaran kredit diambil setelah memperhatikan asesmen terakhir OJK soal debitur restrukturisasi sejak rencana memperpanjang relaksasi diputuskan pada Rapat Dewan Komisioner OJK pada 23 September 2020.
Ketua OJK Wimboh Santoso mengatakan perpanjangan restrukturisasi ini sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi.
Wimboh juga optimistis perpanjangan restrukturisasi kredit tidak akan membuat rasio kredit macet atau NPL bank meningkat, sepanjang diberikan dengan prinsip kehati-hatian.
"Kebijakan perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard agar debitur tetap mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan beradaptasi di tengah masa pandemi ini," ujar Wimboh.
Dorong Pemulihan Ekonomi
Wimboh menuturkan perpanjangan restrukturisasi kredit sebagai bagian dari upaya mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN) di sektor jasa keuangan.
Hingga 28 September 2020, realisasi restrukturisasi kredit bank mencapai Rp904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur/nasabah.
Sementara, perpanjangan penundaan cicilan masyarakat di multifinance/perusahaan pembiayaan per 13 Oktober sebanyak Rp175,21 triliun.
Terdiri dari 4,73 juta debitur, dengan rincian pelaku UMKM dan ojek online (ojol) 651 ribu debitur dan 4,08 juta debitur masyarakat biasa.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan pemerintah mengalokasikan anggaran penanganan covid-19 dan PEN sebesar Rp695,2 triliun. Per 26 Oktober, realisasinya mencapai 52 persen.
Lebih rinci, dana itu diserap untuk perlindungan sosial sebesar Rp174,06 triliun atau 85,36 persen dari pagu Rp203,9 triliun.
Kedua, program insentif UMKM terserap Rp92,6 triliun atau 75 persen dari Rp123,46 triliun. Ketiga, dana sektoral k/l dan pemda sudah terpakai Rp28,61 triliun atau 26,96 persen dari Rp106,11 triliun.
Keempat, dana kesehatan sudah terpakai Rp30,74 triliun atau 35,11 persen dari pagu Rp87,55 triliun. Kelima, insentif usaha sudah terealisasi Rp35,49 triliun atau 29,42 persen dari Rp120,61 triliun.
Keenam, pembiayaan korporasi sudah terserap Rp1 triliun atau 1,86 persen dari Rp53,57 triliun.
"Semua ini cukup terakselerasi dalam beberapa bulan terakhir dan akan terserap menuju 100 persen sampai akhir tahun," terang Febrio.
Sementara pada 2021, pemerintah tetap akan melanjutkan PEN dengan alokasi pagu Rp372,1 triliun. Nilainya lebih rendah dari tahun ini, namun tetap akan diberikan ke berbagai program yang sudah dijalankan pada tahun ini.
"Diharapkan ini cukup memadai untuk akselerasi recovery ekonomi sekaligus penguatan reformasi," tandasnya.
(bir)