Indonesia resmi masuk ke dalam jurang resesi ekonomi pada kuartal III 2020 dengan pertumbuhan ekonomi minus 3,49 persen (yoy). Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi lebih dalam 5,32 persen pada kuartal II 2020.
Suatu negara disebut mengalami resesi jika ekonominya minus dua kuartal berturut-turut. Kali ini, resesi ekonomi hampir dialami oleh semua negara di dunia karena pandemi covid-19.
Resesi ekonomi sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Negara ini pernah masuk ke jurang pertama kali pada 1963 silam di bawah pemerintahan Presiden Soekarno karena tingkat inflasi yang sangat tinggi atau hiperinflasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, ekonomi Indonesia mulai membaik setelah posisi Soekarno digantikan oleh Soeharto. Laju inflasi mulai melambat setelah Soeharto membuat situasi politik di Indonesia membaik dengan bergabung kembali di PBB dan mendapatkan bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Namun, ekonomi Indonesia kembali memburuk pada periode 1997-1998 yang dipicu oleh krisis finansial Asia, sehingga membuat Indonesia masuk ke jurang resesi. Bahkan, resesi ekonomi berlangsung hingga beberapa kuartal sehingga Indonesia memasuki masa depresi ekonomi.
Detailnya, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi hingga 4,47 persen pada kuartal I 1998. Lalu, berlanjut bahkan semakin dalam yakni 13,47 persen pada kuartal II 1998.
Lihat juga:Warga soal Resesi Ekonomi RI: Apaan Tuh? |
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi minus 15 persen pada kuartal III 1998 dan minus 17,93 persen pada kuartal IV 1998. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto mengatakan resesi ekonomi Indonesia tidak separah krisis ekonomi pada 1998.
"Tidak separah dengan krisis-krisis sebelumnya karena dulu itu semua terjadi secara tiba-tiba dan dalam kurun waktu yang cepat langsung anjlok," ujar Eko kepada CNNIndonesia.com, dikutip Kamis (5/11).
Selain itu, resesi ekonomi kali ini tidak dipicu anjloknya pertumbuhan ekonomi secara signifikan seperti halnya era orde baru. Menurutnya, kontraksi ekonomi kali ini sudah diantisipasi oleh masyarakat dan terjadi secara bertahap.
Lihat juga:6 Faktor Penyebab Resesi Ekonomi |
"Waktu itu, ekonomi Indonesia anjlok ke minus 13 persen dari sebelumnya positif 6 persen. Sekarang ini, ekonomi dari 2,97 persen baru turun ke minus 5,32 persen, jauh lebih rendah dari kemerosotan dulu," ucapnya.
Namun, ia menuturkan setiap kondisi resesi ekonomi berpotensi menimbulkan chaos (kekacauan) lantaran masyarakat berada dalam kesulitan finansial. Kunci mencegah konflik itu, lanjutnya, adalah peran pemerintah dalam memenuhi kebutuhan primer masyarakat.
"Potensi chaos ada tidak? Tentu saja orang dalam kondisi susah lebih mudah disulut secara analisis sosial seperti itu. Kalau resesi itu menyerang daya beli, nah ketika orang susah makan, susah hidup, biasanya lapar itu mudah untuk diprovokasi," katanya.
Meski berpotensi menimbulkan kekacauan, ia meyakini resesi ekonomi tidak akan menimbulkan kerusuhan seperti 1998 tidak akan terulang. Sebab, konteks kerusuhan pada periode 1998 menyangkut aspek politik yaitu pengekangan pada aspirasi masyarakat kepada pemerintah. Kondisi itu, kata dia, bercampur dengan tekanan ekonomi bagi masyarakat.
Saat ini, lanjutnya, Indonesia lebih demokratis. Masyarakat memiliki lebih banyak saluran untuk menyampaikan aspirasinya terkait kebijakan pemerintah. Salah satunya, melalui media sosial.
"Saya rasa tidak akan terjadi kerusuhan seperti 1998, jauh itu karena model pendekatan sosio politiknya beda, kalau 1998 benar-benar letupan dari negara yang tanda kutip pemerintahnya otoriter, kemudian ditambah dengan ekspresi ekonomi," katanya.