Pengusaha Usul RI Getol Multilateral dengan AS di Era Biden

CNN Indonesia
Senin, 09 Nov 2020 14:07 WIB
Kalangan pengusaha menilai RI bisa tetap menangkap cuan dalam hubungan dagangan dengan AS di era Joe Biden lewat jalur multilateral.
Kalangan pengusaha menilai RI bisa tetap menangkap cuan dalam hubungan dagangan dengan AS di era Joe Biden lewat jalur multilateral. (AP/Andrew Harnik).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kalangan pengusaha memperkirakan Indonesia bisa tetap menangkap cuan dalam hubungan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) saat Joe Biden resmi menjadi presiden Negeri Paman Sam. Dengan catatan, Indonesia giat melobi AS lewat jalur multilateral, misalnya Trans Pacific Partnership (TPP). 

Wakil Ketua Umum Apindo Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani mengatakan proyeksi ini muncul dari karakter dan kebijakan yang mungkin akan diambil Presiden Terpilis AS itu nanti.

Menurutnya, Biden dan Partai Demokrat yang mengusungnya di Pilpres AS, merupakan kalangan yang lebih formal dan 'saklek' sesuai prinsip perdagangan multilateral. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di satu sisi, ini menciptakan certainty (kepastian) yang baik dalam relasi dagang dan investasi," ungkap Shinta kepada CNNIndonesia.com, Senin (9/11). 

Artinya, selama kesepakatan sudah dicapai lewat kerja sama multilateral maupun bilateral, maka semua bisa tetap dijalankan. Kemungkinan, sambungnya, tidak ada perubahan di tengah jalan yang berubah-ubah seperti pada pemerintahan Donald Trump. 

"Namun, negatifnya, penekanan pada 'fair trade' yang menyebabkan peningkatan kasus-kasus trade remedies yang dilakukan AS secara bilateral maupun multilateral terhadap Indonesia," katanya. 

Hal ini, menurutnya, bisa menjadikan semua persoalan berujung pada pengadilan di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organizations/WTO). Indonesia pun harus bersiap jika kemudian dilaporkan ke WTO dan sebaliknya. 

Dari kondisi ini, Shinta melihat peluang fleksibilitas lobi-lobi antar pebisnis mungkin akan berkurang karena harus benar-benar sesuai ketentuan umum antar negara.

Begitu juga bila Indonesia ingin melobi keringanan fasilitas ke AS, misalnya fasilitas preferensi tarif bea masuk impor (Generalized System of Preference/GSP) yang belum lama ini diperpanjang Trump. 

"Limited trade deal yang diusulkan Indonesia mungkin akan membutuhkan waktu lebih lama atau perlu ditransformasikan karena Biden punya agenda sendiri terkait multilateralisme, sehingga kemungkinan AS akan beralih menjadi lebih menyukai trade deal yang confirm dengan peraturan WTO, TPP, dan lainnya," jelasnya. 

Bagi Shinta, kemungkinan ini tak serta merta merugikan Indonesia asal bisa melobi secara multilateral. Selain itu, hal ini juga bergantung pada hubungan antar pemimpin kedua negara ke depan. 

Sebab, ia melihat AS dan China belum tentu akan langsung meredakan perang dagangnya di bawah kepemimpinan Biden. Hal ini memberi sinyal bahwa AS tetap butuh negara alternatif dalam menyediakan bahan bakunya dan bisa dimanfaatkan Indonesia. 

"Harapan kami, pemerintahan Biden bisa melihat Indonesia sebagai negara berkembang yang bersahabat dan partner strategis dalam kerja sama ekonomi, khususnya dalam hal pembentukan dan penguatan supply chain AS di Asia Pasifik sebagai alternatif dari China," terang dia. 

Di sisi lain, penentuan untung tidaknya perdagangan dengan AS nanti bergantung pada daya saing produk dan industri di dalam negeri. Karena itu, perlu dukungan dari pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri di dalam negeri. 

Senada, Anggota sekaligus Ketua Bidang Industri Manufaktur Apindo Johnny Darmawan menilai hubungan dagang Indonesia-AS mungkin akan lebih kaku. Sebab, semuanya bergantung pada kesepakatan multilateral kedua negara yang disepakati para pimpinan. 

"Masalah keuntungan, mungkin tak jauh berbeda dengan sekarang ini karena pasar AS tetap terbuka bagi Indonesia, apalagi ada GSP, tapi mungkin lebih sesuai aturan, formal, apa kata WTO juga," ujar Johny. 

Johny melihat tantangan ke depan lebih ke kerja sama usaha di bidang energi. Pasalnya, Biden mengedepankan aktivitas bisnis yang ramah lingkungan. Sedangkan penggunaan energi di Indonesia masih belum ramah alias masih mengandalkan energi fosil. 

"Dia ingin lebih clean (bersih), jadi kalau kita tidak, mungkin kurang dipilih. Biden juga konsen soal HAM, itu jadi catatan Indonesia juga," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]



(uli/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER