Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan pihaknya mulai mendeteksi keberadaan transaksi perbankan bayangan (shadow banking). Pasalnya, OJK mulai menemukan produk bank yang dijual oleh lembaga nonbank.
"Ada produk bank yang diberikan dari non bank, ini tidak bisa dianggap 'enteng', ini shadow banking," ujar Wimboh dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Kamis (12/11).
Sebagai catatan shadow banking adalah aktivitas keuangan yang terjadi antara lembaga keuangan nonbank. Aktivitas itu tidak terikat oleh regulasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Wimboh, jenis transaksi ini harus terus dipantau. Sebab, masyarakat lebih suka bertransaksi dengan lembaga keuangan nonbank ketimbang perbankan.
"Karena bank itu diawasi ketat. Ini kalau masih kecil, oke. Kalau semakin besar jadi isu. Kami dukung jika ini menjadi pembahasan peta jalan mengenai digital," kata Wimboh.
Ia bilang shadow banking ini seperti virtual bank. Menurutnya, banyak pihak yang sudah mulai membahas mengenai keberadaan virtual banking ini.
"Kalau virtual banking merebak, perbankan yang sudah highly regulated ini bagaimana. Ini beberapa yang harus dilihat," jelas Wimboh.
Lihat juga:Jouska Bakal Digugat Kembalikan Uang Korban |
Di samping itu, OJK juga sedang mengkaji lebih lanjut model bisnis bank perkreditan rakyat (BPR). Sebab, BPR identik dengan isu fraud.
"Isu BPR itu pasti fraud, isunya yang ditutup itu pasti sudah parah," imbuh Wimboh.
Ia bilang BPR seharusnya bisa lebih berkembang dengan memberikan pelayanan yang lebih baik. Salah satunya layanan kartu kredit.
"BPR ini bisa kasih pelayanan seperti bank umum, di AS bank community bisa berikan kredit dan kartu debit," tutur Wimboh.
Wimboh menyatakan bisnis BPR juga harus menyesuaikan dengan perkembangan digital saat ini. Nantinya, OJK bisa mengeluarkan regulasi demi mengembangkan BPR di Indonesia.
"BPR juga bisa tinggal regulasinya diterbitkan, sehingga mereka (BPR) bisa kasih kredit secara digital," pungkas Wimboh.